Sebarkan Berita Tendensius, Sekber Pers Indonesia: Kompas Jangan Jadi Provokator


Jumat, 28 September 2018 - 16.57 WIB


Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia, Wilson Lalengke. Ist
JAKARTA - Merebaknya informasi terkait 43.000-an media online yang dicap abal-abal oleh Kemenkominfo dalam beberapa hari ini, yang dikutip dari situs online kompas.com edisi Januari 2017, telah menimbulkan keresahan di kalangan pekerja media online di berbagai tempat di Indonesia. Kemunculan dan penyebaran informasi penuh fitnah itu disinyalir dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak senang atas pertemuan antara para pimpinan organisasi Pers Indonesia dengan Menteri Kominfo Rudiantara pada Rabu, 26 September 2018 lalu.


Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa dalam pertemuan Rabu tersebut terungkap, Menteri Rudiantara mengaku selama ini tidak banyak tahu tentang berbagai masalah yang mendera Pers Indonesia akibat ulah oknum Pengurus Dewan Pers yang tidak becus dalam menjalankan tugasnya menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers di negeri ini. Menteri juga menyampaikan di depan para pimpinan 9 organisasi pers yang hadir saat itu akan melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.


Fakta dan perkembangan ini yang kemudian memicu kegerahan para oknum pers, yang selama ini memanfaatkan Dewan Pers sebagai 'anjing penjaga' status quo mereka, yang kemudian menyerang kalangan pers online dengan berita basi dari kompas itu. Hal ini tentu sangat merugikan, tidak hanya bagi ratusan ribu wartawan dan pekerja media online, tetapi juga pemerintah dan publik secara keseluruhan.


Merespon keadaan tersebut, Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA menghimbau semua pihak agar berhati-hati dalam menyebarkan berita, dus juga mesti cerdas dalam mencerna informasi yang diterima, tidak mudah terprovokasi yang kemudian merespon secara membabi-buta. Lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu secara khusus menasehatkan agar media-media tua dan berskala nasional hendaknya menjadi penerang jalan rakyat, bukan pembuat keonaran dan perusak pers di tanah air.


"Saya amat prihatin, ketika ada media yang sudah berusia cukup tua seperti kompas, masih kekanak-kanakan, senang menyebarkan informasi yang jelas-jelas bersifat melecehkan dan memarginalkan warga masyarakat lainnya," ujar Wilson kepada pewarta media ini melalui pesan WhatsApp messenger-nya, Jum'at, 28 September 2018.


Sebagai sesepuh media, lanjut Ketua Umum PPWI itu, kompas seharusnya lebih arif dan bijaksana dalam pemberitaan. "Jika berita soal 43.000 media online itu dicap abal-abal oleh Menteri Kominfo sekalipun, seharusnya media kompas lebih arif menyikapinya, bertanya dalam hatinya, apakah informasi dari pejabat itu bermanfaat untuk publik, adakah informasi tersebut valid untuk menjadi konsumsi publik. Seandainya pejabat yang bicara itu asal njeplak? Bicara seenak perutnya saja, bagaimana? Berita terlanjur beredar, ratusan ribu rekan jurnalis kehilangan sumber penghidupannya. Ternyata, usia boleh tua, dewasa belum jaminan, apalagi menjadi arif dan bijaksana, masih sangat jauhlah yaa," imbuh pemegang gelar Master in Global Ethics dari Birmingham University Inggris ini.


Kepada puluhan ribu media online se-Indonesia, Wilson menghimbau untuk tetap tenang, terus belajar dan tetaplah berkarya seperti biasa. Dia berharap agar para pekerja media online yang dinistakan oleh para oknum pejabat Kemenkominfo yang disebarluaskan oleh oknum media tua tak beradab itu, harus tetap bersabar, jangan biarkan emosi membakar masa depan kita.


"Tetap bersabar ya kawan-kawan, terus belajar, bekerja, dan berkarya. Ingat, tiada orang lain yang akan membantu Anda dalam kesulitan yang dihadapi sehari-hari. Jangankan kawan-kawan media tua-bangka itu, pemerintah Andapun tidak akan peduli dengan hidup kita. Pertebal kesabaran, semakin giat berkarya, dan doakan media-media besar itu segera siuman dari status quo-nya," himbau alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 itu menutup pesan WhatsApp-nya. (APL/Red)
Bagikan:
KOMENTAR