Aceh Utara — Dalam upaya menekan penyebaran penyakit hepatitis yang masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara melalui Bidang Kesehatan Masyarakat terus menggencarkan kegiatan promosi kesehatan dan edukasi pencegahan hepatitis B dan C di berbagai wilayah kecamatan. Kegiatan ini menjadi bagian dari Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) tahun 2025 yang difokuskan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya hepatitis dan pentingnya deteksi dini.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara, Jalaluddin, S.KM., M.KM, melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendakian Penyakit (P2P) dr. Ferianto pada Selasa 05 Agustus 2025, menyampaikan bahwa hepatitis B dan C merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh virus, dan dapat berdampak jangka panjang terhadap kesehatan hati, termasuk risiko sirosis dan kanker hati.
> “Virus hepatitis B dan C menular melalui darah dan cairan tubuh, mirip dengan mekanisme penularan HIV. Sayangnya, kesadaran masyarakat Aceh Utara untuk melakukan tes hepatitis masih tergolong rendah, dan ini menjadi tantangan serius dalam pencegahan,” ujar Ferianto
Menurutnya, ciri umum hepatitis yang perlu diwaspadai meliputi kelelahan berkepanjangan, nyeri perut bagian kanan atas, mual, dan gejala penyakit kuning (kulit dan mata menguning). Namun banyak penderita yang tidak menyadari karena penyakit ini bisa bersifat asimptomatik (tanpa gejala) pada fase awal.
Dari hasil pemantauan lapangan, Dinas Kesehatan mencatat bahwa salah satu faktor utama penyebaran hepatitis di Aceh Utara adalah kurangnya kesadaran untuk melakukan pemeriksaan darah secara berkala serta masih adanya praktik penggunaan alat medis atau alat suntik yang tidak steril di sejumlah layanan informal. Kondisi ini diperparah dengan minimnya pemahaman masyarakat mengenai cara penularan virus hepatitis, terutama di daerah pedesaan.
“Beberapa masyarakat masih menganggap hepatitis sebagai penyakit ringan dan tidak menular, padahal virus ini sangat mudah menyebar jika ada kontak dengan darah atau cairan tubuh penderita, misalnya melalui penggunaan jarum suntik bersama, tato, tindik, atau hubungan seksual tidak aman,” jelas Ferianto
Sebagai langkah konkret, Dinas Kesehatan Aceh Utara menggelar penyuluhan keliling ke desa-desa, terutama di kawasan yang memiliki angka kasus hepatitis cukup tinggi. Edukasi dilakukan secara langsung oleh petugas puskesmas dan kader kesehatan dengan pendekatan kultural agar mudah dipahami oleh masyarakat.
Selain itu, kampanye informasi juga digencarkan melalui media cetak, siaran radio lokal, dan media sosial resmi Dinkes Aceh Utara. Materi kampanye meliputi pengenalan gejala hepatitis, cara pencegahan, pentingnya vaksinasi hepatitis B, serta prosedur tes hepatitis di puskesmas dan rumah sakit terdekat.
Dinas Kesehatan juga mendorong pelayanan skrining hepatitis secara gratis di Posyandu, dan puskesmas, khususnya bagi ibu hamil, tenaga medis, dan masyarakat yang berisiko tinggi.
Ferianto juga menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk memperluas jangkauan promosi kesehatan hingga ke pelosok desa agar tidak ada masyarakat yang tertinggal informasi mengenai bahaya hepatitis.
“Pencegahan hepatitis bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh masyarakat. Kami berharap, dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran, masyarakat akan lebih proaktif menjaga kesehatannya dan segera memeriksakan diri jika mengalami gejala,” tutup Ferianto
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, Dinas Kesehatan Aceh Utara optimis angka kasus hepatitis B dan C di wilayah ini dapat ditekan secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Sosialisasi akan terus dilanjutkan secara berkala sebagai bagian dari gerakan nasional eliminasi hepatitis. (ADV)