Pijay - Generasi milenial sangat berpeluang untuk tampil dalam kancah politik praktis, hanya saja di aceh masih bebenturan dengan qanun aceh, yang hanya bisa di ikut dalam kompetisi pemilihan umum terutama pilkada mendatang.
Hal ini diungkapkan Pelajar Islam Indonesia (PII) wilayah Aceh dalam dialog terkait perfektif kaum milenial dalam kontelasi Pilkada daerah 2024 baru - baru ini.
Ketua PII Aceh Amsal SE, ME, yang hadir sebagai perwakilan Milenial Aceh menyebutkan generasi milenial menjadi penentu masa depan bangsa, namun sering sekali kaum milenial dianggap tidak penting dalam pelaksanaan politik praktis dunia perpolitikan.
“Sering sekali kita mendengar ucapan seperti ini, Kaum Milenial belum berusia 17 tahun dan belum memiliki KTP dan Hak Pilih, dan pemerintah sering Abai terhadap upaya memberikan edukasi bagi pemilih pemula, padahal mereka dalam 5 tahun berikutnya, menjadi pemilih yang bisa menentukan arah suatu suara,” ucap Amsal.
Narasi yang miring sering ditambalkan oleh banyak pihak seperti generasi milenial cendrung ikut dalam praktek kampanye gelap para pihak elit politik, sehingga membuat kebanyakan generasi milenial sering abai dan tidak mau ambil peran pada pesta demokrasi saat ini, padahal secara mayoritas, generasi muda khususnya kaum milenial secara data diketahui 60 persen dari jumlah pemilih adalah anak muda atau yang disebut kaum milenial.
Menurut Dokter Efendi Hasan, Dekan Fisip dari Universitas Syiah Kuala menyebutkan, hanya beberapa saja golongan milenial yang mau aktif dalam politik langsung, sehingga banyak dari mereka ingin terlibat maju dalam pilkada nanti sebagai bahan keinginan untuk merubah nasip daerah.
“Generasi milenial harus menjadi penentu pembanguan bangsa kedepan, sehingga banyak hal yang harus di lakukan dan melibatkan generasi milenial,” ungkap Dokter Efendi Hasan.
Untuk mempermudah peran serta kaum Milenial Aceh, Dokter M Akmal, dari Dosen Fisip Universitas Malikussaleh menyebutkan perlu adanya merubah uud terkait pemilu hal ini dikarenakan sistem pemilu hari ini masih banyak kekurangan.
“Kita perlu berpikir merubah dulu sistem perundangan agar peran serta kaum milenial bisa maksimal disertakan karena saat ini masih berbenturan qanun atau peraturan sehingga yang muda masih dibatasi untuk tampil langsung menjadi calon, ” ujar Dokter M Akmal.
Kedepan ketiga narasumber berharap banyak hal yang harus di benahi untuk bisa menuju demokrasi yang seutuhnya dan bisa membuat generasi milenial menjadi penerus bangsa yang lebih baik.***