Momentum Pembuktian Megawati Sebagai Pemimpin Demokratis Bagi Rakyat Indonesia


Selasa, 21 Februari 2023 - 20.59 WIB



Oleh : Aceh Good Fathers


Ada masa-masa seseorang diuji dalam segala prilakunya baik ketika dia muda maupun setelah dia menjadi tua, apalagi dalam politik dan terlebih lagi terhadap seorang pemimpin politik dan Ketua Umum Partai Politik dalam menjalankan visi dan misinya ditengah kehidupan rakyat.


Ujian bagi Megawati bukan sebatas menjawab dan bukan sebatas silat lidah tetapi momentum dalam sejarah negara yang membawa 280 juta masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Mouroke yang telah menimbulkan kesadaran dan kepercayaan (trust) warga negara untuk berjalan dengan sang tokoh perempuan ini sebagai pejuang dan pelaku demokrasi di Indonesia.


Pada masa lalu Megawati juga dihadapkan ke altar untuk mempertaruhkan antara egois dan kebangsaan, demagogis dan kenegarawannya ketika harus memilih antara Jokowi dengan pilihan lainnya yang lain yang subyektif dalam rumus politik demokrasi.


Masa-masa lalu sukses dilalui Megawati dan membuktikan dirinya sebagai negarawan dan perempuan yang tegak untuk demokrasi dan kesetaraan warganegaranya, karena peristiwa itu akhirnya hal-hal lain yang melanggar prinsip demokrasi dalam partainya dapat diminimilisir karena kesuksesannya dalam ujian sebagai pemimpin demokrasi sebagaimana nama partai politiknya pada saat dihadapkan ke altar publik rakyat Indonesia.


Berikutnya dalam menjamin hak politik masyarakat daerah sebagaimana yang terjadi di Aceh dimana terjadi pemecatan 18 dari 23 pimpinan PDIP yang baru diseleksi di Sumetera Utara beberapa bulan kemudian dipecat hanya karena mengajukan Mosi Tidak Percaya kepada Ketua Provinsi. 


Hal inipun akan dianggap pekerjaan petinggi DPP lain yang Ketua Umum tidak pernah tahu karena kesibukan dan konsentrasinya pada urusan kebangsaan lainnya dan bisa saja pengelolaan partai diserahkan pada Sekjend dan petinggi lainnya.



Ujian Lanjutan Sebagai Pemimpin Sosial


Nah, dari perjalanan sejarah panjang ini, kenapa Megawati sebagai pimpinan politik dan Ketua Umum partai politik yang terus mendapat ujian ke altar rakyat Indonesia? 


Jawabannya karena Megawatilah satu-satunya Ketua Umum partai politik yang memegang mandat rakyat Indonesia yang paling dominan dalam perjalanan politik dan Megawatilah yang mempertaruhkan demokrasi secara terbuka dihadapan masyarakat Indonesia karena partainya selama ini menampung semua elemen politik masyarakat secara terbuka dan secara tegas menyatakan sebagai partai Demokrasi Perjuangan.


Saya juga melihat secara nyata dalam kacamata politik bahwa sebahagian besar pelaku politik lain di negeri ini mencari celah untuk menjatuhkan kredibilitasnya dihadapan publik pada kasus sentimen emosional beragama sebagaimana dibulli di medsos dalam hal pernyataannya dihadapan ibu-ibu rumah tangga.


Sebenarnya jika kita kaji secara mendalam maka kita dapat menyimpulkan bahwa sensivitas para politisi kita yang keliru memaknai pernyataan tersebut sebagai sesuatu pelarangan dalam budaya agama dan menyimpulkan sebagai pengembangan masyarakat anti Islam. 


Padahal pernyataan itu tidak lebih sebagai pilihan prilaku dalam beragama sebagai fungsi ibu rumah tangga yang menuntut kewajiban manajemen yang baik sehingga tidak menimbulkan masalah yang menelantarkan suami dan anak-anaknya karena rutinitas pengajian dan akhirnya menghadapkan agama Islam dengan masalah sosial.


Sedikit dari pemimpin politik yang berani melakukan ini karena menghadapkan pada issu non popular dalam politik. Justru lebih banyak pemimpin politik yang membiarkan saja masyarakat rumah tangga berjalan dengan kebiasaannya tanpa memandang kerugian dan kebaikan bagi rakyat yang mengikuti forum-forum dakwah yang materinya tersedia di berbagai media seperti cd dan konten yang bisa mereka dapatkan dengan harga Lima Ribu Rupiah saja.


Dalam hal ini maka yang perlu dilihat adalah sikapnya sebagai pemimpin politik terhadap perubahan masyarakatnya, dia tidak memilih status quo dalam kehidupan sosial untuk kenyamanannya tapi memilih menentang kebiasaan yang dianggap mubazir dan memperbaiki rumah tangga yang baik bagi warga negaranya karena rumah tangga itu bergantung pada istri atau kaum ibu, hal ini juga Allah menjamin pahala kepada mereka, hanya saja tidak membesarkan-besarkan para pendakwah yang secara garis besar ilmunya hanya berkisar menyampaikan halal, haram, mubah dalam hidup masyarakat Indonesia.


Untuk kemandirian masyarakat Indonesia maka lebih utama adalah membaca, dan saat ini semua bacaan tersedia secara terbuka bahkan pustaka dunia juga dapat dibuka dari kamar tidur mereka.



Ujian Lanjutan Sebagai Pemimpin Demokratis


Dalam kepemimpinan politik partai kali ini hampir semua masyarakat Indonesia bisa menyaksikan secara terbuka, tentang sikap Megawati dalam pengambilan keputusan yang normatif dalam perspektif politik atau memilih menjadi subyektif dalam memutuskan keputusan penting tentang calon presiden Indonesia dimasa depan.


Ada tiga elemen besar politik yang menunggu keputusan tersebut dan dianggap vital dalam perjalanan hidup bangsa Indonesia.


Pertama, adalah elemen yang melihat pembangunan rakyat Indonesia dengan kontinuitas dalam pembangunan bangsa dan negaranya, dan mereka melihat program pemerintah akan berjalan baik dengan tersedianya pelanjut pembangunan yang sevisi dan semisi.


Mereka melihat kelompok politik yang kontra sebagai halangan yang menjadi penghambat kelanjutan pembangunan rakyat Indonesia. Mereka juga memandang dalam substansi pembangunan rakyat bukan dalam substansi siapa yang berkuasa.


Kedua, Kelompok politik rakyat yang memandang pemerintah sebagai tuan yang adil, dimana mereka hanya memandang pemerintah dengan bantuan kepada rakyat dan mereka hanya memahami pemerintah yang baik dengan mengalir bantuan kepada mereka. 


Kemudian mereka juga hanya melihat hukum kekuasaan dengan cara yang sama bahwa mereka yang dipilih dalam pemilihan berikutnya memberi harapan kepada mereka untuk mendapat perhatian lebih kepada mereka sehingga kedekatan dan budaya pengikat yang mempersatukan mereka dengan calon pemimpin lebih berpotensi kepada tujuan mereka dalam bernegara.


Ketiga, Kelompok politik masyarakat yang pro dan kontra karena keputusan partai politik dan aliran politiknya. Dimana mereka meninggalkan sikap politik pribadinya dan mengikuti keputusan kelompok politiknya bahkan mereka menganggap hal itu sebagai suatu ideologinya.


Dalam sikap politik kelompok ini adalah dominan karena bisa mempengaruhi kelompok masyarakat lainnya. Karena mereka sebahagian besar terjun dalam dunia politik tetapi mereka tidak bisa mempengaruhi kecenderungan sosial dalam politik. Sementara dua katagori diatas justru berpengaruh dalam kecenderungan sosial.


Lalu, pemerintah yang sedang berkuasa atau partai politik dominan sekarang sesungguhnya tinggal memilih, kelompok mana yang mereka ingin intervensi atau menyentuh emosionalnya?


Tentu saja mereka akan memilih kelompok politik yang dominan rakyatnya atau secara rata-rata mereka adalah memiliki kebebasan dalam pilihan politiknya. 


Kemudian seorang Megawati sebagai pemimpin politik dan partai politik tentu saja secara normatif sudah pasti melihat arah yang sama karena selama ini kita melihat pandangannya yang memihak kepada arah pembangunan demokrasi rakyat Indonesia.


Tentunya partai politik harusnya berkembang dalam konteks demokrasi yang mempertegas hak politik rakyat dan membebaskan rakyat dari ikatan-ikatan primodrdialis atau ikatan lahir serta ikatan pada budaya yang menjerat hidup rakyat Indonesia dari kebebasannya.


Karena itulah maka dia tidak ragu dalam bersikap dihadapan publik untuk merubah cara hidup yang dibelenggu dengan nilai yang menjajah rakyat itu sendiri meskipun dibulli dalam pandangan dokrin budaya dan agama apalagi mereka yang menggunakan agama untuk komoditas politik yang sesungguhnya berdampak  justru melemahkan agama itu sendiri meski kita banyak yang tidak menyadari dan memahaminya.


Nah, dalam sikap demokrasi sosial dalam kehidupan masyarakat Megawati juga mampu melewatinya dengan tidak gentar bersikap dihadapan masyarakat dengan resiko menghadapi sentimen politik dan emosional rakyat yang masih kabur dalam politik berbangsa dan bernegara.



Ujian Pada Sikap Demokratis Tentang Capres


Ujian terakhir seorang Megawati adalah dalam menentukan Calon Presiden Republik Indonesia yang dominan masyarakat serta kadernya mengelukan nama Ganjar Pranowo dan ada sebahagian yang memberi dukungan kepada Puan Maharani yang kader juga sekaligus putrinya.


Dalam hal calon presiden Indonesia kali ini sesungguhnya yang berlaku adalah elektabilitas menjadi indikator utama karena semua calon yang diunggulkan adalah pejabat atau pemimpin rakyat. Kecuali ada calon yang muncul sebagai kuda hitam yang belum menjabat dan belum memimpin rakyat dalam kapasitas kepemimpinan daerah maupun kepemimpinan negara dalam sektoral.


Secara praktis mereka semua adalah pejabat negara, sesuai kapasitasnya, ada Ganjar yang gubernur, ada juga Puan yang ketua DPR RI sebagai kader PDIP yang merupakan dua orang memiliki elektabilitas dalam memimpin lembaga masing-masing.


Kemudian bakal calon lainpun kita ketahui diukur dengan elektabilitas masing-masing karena mereka adalah pejabat dan mereka memimpin masyarakat, ada Anies Baswedan yang mantan Gubernur dan ada Prabowo Subianto yang menhan Indonesia.


Nah, jika ukurannya pada faktor elektabilitas sebenarnya justru aneh kalau Megawati membuat keputusan dengan cara yang lain, tentu yang paling ideal hanya mengukur elektabilitas dan memanage issu negatif yang bisa melekat pada seorang calon yang akan dipilih agar calon tersebut bebas masuk dalam pilihan rakyat tanpa dibebani dengan dosa yang ditinggalkan oleh pemimpin lainnya.


Saya kira hanya faktor pembebasan inilah yang menjadi faktor penghambat pengambilan keputusan terhadap pemilik elektabilitas tertinggi dalam perspektif politik demokrasi.


Tentu ada banyak pertimbangan untuk memuluskan pemenangan dalam politik meskipun secara normal sudah terbaca oleh publik karena bila keputusan dibuat hanya atas desakan kader justru menjadi aneh kalau tanpa menguji calon dan pendukung hanya atas desakan emosional yang tidak matang dalam politik. 


Kerena itu seorang calon pemimpin bangsa juga perlu diuji hingga secara mental dia benar-benar lulus melalui  jembatan emas dalam politik sebagaimana ajaran Bung Karno sebagai proklamator Indonesia yang juga didesak oleh elemen rakyat Indonesia ketika akan melakukan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.


Apakah karena desakan proklamasi tersebut dilakukan? Saya pikir sama sekali BUKAN.

Bagikan:
KOMENTAR