Bener Meriah dan Aceh Tengah Juga Penyumbang Banjir Aceh Utara, Ini Datanya.


Selasa, 18 Januari 2022 - 21.51 WIB



BANDA 
ACEH - Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi Aceh) mengungkapkan, selain di  Aceh Utara  alih fungsi hutan di kawasan dataran tinggi Bener Meriah dan Aceh Tengah juga menjadi penyumbang  banjir rutin  di Aceh Utara. 


Berdasarkan data Walhi Aceh, sejak tahun 2015 hingga 2020 lalu  3.859 hektar hutan di Bener Meriah telah berubah fungsi, sebagian besar menjadi lahan perkebunan. 

Kecamatan yang paling besar terjadi deforetasi di Kecamatan Permata dan Mesidah. Deforestasi di Aceh Tengah seluas 10.960 hektar.  Sedangkan di kawasan Kabupaten Aceh Utara hutan seluas 8.802 hektar telah gundul atau beralih fungsi. 

Sementara Gayo Lues menyumbang banjir untuk Aceh Timur.  


“Jadi ketiga wilayah itu sama-sama menyumbang banjir untuk Aceh Utara setiap tahunnya. itu baru data yang kita kumpulkan hingga tahun 2020. Bisa saja dua tahun belakangan ini kondisinya semakin parah, apalagi bisa kita lihat lahan-lahan di Gunung Salak di Aceh Utara dan Bener Meriah, semuanya sudah gundul, ini berbahaya,” ungkap Ahmad Shalihin ketua Walhi Aceh, Senin (17/1/2022). 


Menurutnya, data itu tidak bisa dibantah, bahkan Plt Bupati Bener Meriah Dailami dalam sebuah acara workshop Walhi mengakui adanya perambahan hutan di kabupaten itu. Hanya saja dalam hal penanganan Dailami meminta tindakan dari penegak hukum.   


Kemudian secara aturan Pemda tingkat dua tidak punya wewenang menangani perkara perambahan hutan. “Dailami akui ada perusakan hutan dan alih fungsi hutan disana, nah masalahnya penindakan perambahan hutan bukan kewenangan pemerintah daerah,” sebut Ahmad Shalihin. 


Dalam beberapa pernyataan, Walhi menyebutkan, kerusakan di hulu sungai di Aceh Utara sangat parah, akibat aktivitas perambahan hutan  PT Rencong Pulp dan Paper Industry  (RPPI) dan PT Mandum Payah Tamita (MPT). 


“Bahkan saat ini lahan yang ditelantarkan kedua perusahaan itu juga masih dijadikan sebagai lokasi aktivitas illegal logging. Belum lagi kabarnya tahun ini PT Satya Agung  melakukan Land Clearing  ratusan hektar hutan di Aceh Utara. Ini berbahaya,” sebutnya. 


Menurutnya yang harus dilakukan Pemerintah Aceh, pertama merevisi tata ruang seluruh wilayah Aceh dan itu sangat penting.  Kemudian harus dibuat master plan pengelolaan banjir Aceh secara terpadu.


“Di master plan itu dikoneksikan perencanaan pengangan banjir di setiap kabupaten. Karena penanganan banjir tidak bisa tangani secara parsial masing-masing daerah.  Tim yang di hulu dan hilir harus melakukan penanganan bersama,” pungkasnya.





Sumber : Anteroaceh.com

Bagikan:
KOMENTAR