Pelaksanaan Pogram SDGs di Kabupaten Aceh Utara Diduga Labrak Peraturan Bupati


Sabtu, 12 Juni 2021 - 20.34 WIB



LHOKSUKON -  SDGs (Suistanable Development Goals) Desa merupakan pembumian SDGs (global) dengan menambahkan poin kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif. 


SDGs sendiri menjadi konsep pembangunan berkelanjutan Bangsa-Bangsa yang menjadi anggota PBB, termasuk Indonesia, sampai 2030. SDGs ini menggantikan MDGs (Millenium Development Goals) yang telah berakhir pada 2015.


Komitmen Indonesia dalam melaksanakan SDGs ditegaskan dalam Perpres No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Kontekstualisasi SDGs dalam SDGs Desa ada pada delapan belas tujuan pembangunan berkelanjutan desa. 


Namun, ada yang aneh dengan Pogram SDGs di Kabupaten Aceh Utara, diduga telah mengangkangi Peraturan Bupati Aceh Utara.


Berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Utara No 5 tahun 2020 Tentang Perubahan kedua Perbup No 43 tahun 2017 tentang Standarisasi Biaya Pemerintah Gampong.


Pada lampiran kedua (II) pada poin ke Empat (4)  tentang Jasa Instruktur/Pelatih/Narasumber dalam rangka rakor/diklat/bimtek dalam keterangannya pada poin ketiga (3) disebutkan jasa tidak bisa diberikan untuk instruktur/pelatih/narasumber yang berasal dari unsur Tenaga Ahli Pendamping Kabupaten, Tenaga Pendamping Kecamatan dan tenaga Pendamping Lokal Desa.


Namun hal itu seakan tidak dihiraukan oleh para tenaga pendamping profisional (TPP)  yang seyokyanya menyukseskan program Pendataan Indeks Desa Membangun (IDM) berbasis SDGs yang menjadi pogram prioritas penggunaan dana Desa tahun 2021.


Tenaga Ahli pendamping Kabupaten Muhammad Ismail atau lebih akrab disapa  Abi kepada awak media pada sabtu (12/06/2021) usai memberi manteri kepada para peserta SDGs di kecamatan Matang Kuli Kabupaten Aceh Utara menyampaikan bahwa setiap pendamping Desa baik itu tenaga ahli pendamping kabupaten, pendamping kecamatan dan pendamping lokal Desa wajib menyukseskan pogram SDGs.


"Ini menjadi tugas wajib bagi kami semua dan ini menjadi pogram prioritas dana desa pada tahun 2021 ini," ucap Muhammad.


Dirinya juga mengakui bahwa selama ini di setiap kegiatan selalu menerima uang, dan ia juga hadir dalam kegiatan tersebut sebagai instruktur atau narasumber.


Terkait dengan perbup No 5 tahun 2020 dirinya mengatakan bahwa hal ini diketahui olehnya dan juga sudah pernah membahas masalah tersebut dengan Kabid BPMPPKB Aceh Utara beberapa waktu lalu dan akan dilakukan perubahan.


"Saat itu kita sudah duduk bersama dan ada Buk Kabid membahas masalah Perbup tersebut untuk dilakukan perubahan, dan kami pertanyakan kenapa perbupnya begini sedangkan di Kabupaten lain tidak dan itu kami bahas secara lisan," terang Abi.


Dan menurutnya Perbup tersebut harus diubah karena di kabupaten lain tidak demikian.


Selain itu, ia juga mengatakan bahwa semua biaya untuk Pogram SDGs itu ditangung oleh Desa, dan juga disitu nanti tercantum juga biaya untuk instruktur atau narasumber.


Namun saat awak media mempertanyakan apakah boleh seorang tenaga ahli menerima biaya tersebut, ia mengatakan boleh. 


"Boleh karena disitu yang kita terima adalah biaya transport bukan honoranium, dan tidak ada patokan," ucapnya.


"Dan disini tugas dari pada pendamping adalah mengfasilitasi bukan melakukan pengutipan," jelasnya.


Selain itu, ia juga menegaskan bahwa apa yang telah berjalan selama ini tidaklah betentangan dengan perbup No 5 tahun 2020.


Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Utara terkait dengan isu adanya perubahan Perbup No 5 Tahun 2020.


Kepala BPKD Aceh Utara Dra. Salwa didampingi oleh sekretaris BPKD melalui Kabid. anggaran Harismunandar menyampaikan bahwa tidak ada perubahan perbup no 5 tahun 2020 dan yang bakal terjadi perubahan adalah isi di dalamnya yang berkaitan dengan biaya belanja Pegawai siltap kemarin.


"Perubahan yang dilakukan tidak menyeluruh tapi hanya berkaitan dengan siltap saja," ucap Haris. (Azhar).

Bagikan:
KOMENTAR