Kejari diminta tetapkan tersangka kasus pengaman pantai Cunda-Meuraksa


Rabu, 16 Juni 2021 - 04.27 WIB



Lhokseumawe - Gerakan Transparansi dan Keadilan (GerTak) mempertanyakan sikap Kejaksaan Negri (Kejari) Lhokseumawe yang belum menurutnya sampai saat ini belum mengungkap tuntas kasus pembangunan pengaman tanggul Cunda-Meuraksa di Kota Lhokseumawe.


"Kita percaya bahwa Kajari Lhokseumawe sebenarnya mampu mengungkap kasus ini dengan cepat, karena SDM yang cukup dan dibantu oleh hasil audit BPKP yang mengatakan bahwa proyek bersumber dari Dana Otonomi Khusus tersebut telah terbukti merugikan Keuangan Negara sehingga milyaran rupiah, ini bukan angka yang kecil apalagi anggaran tersebut bersumber dari Otsus," demikian dikatakan Koordinator LSM GerTak, Muslem Hamidi, kepada media ini, Selasa (15/6/2021).


Dalam kasus ini, seharusnya kepada pihak Kejaksaan segera menetapkan tersangka dan memperjelas kasusnya. Banyak pihak telah mendesak agar para pelaku segera ditetapkan tersangka, jangan sampai publik merasa jika dalam kasus ini terkesan ada upaya-upaya untuk melindungi beberapa pihak yang berkepentingan. 


"Kita tidak ingin menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan akan merugikan institusi kejaksaan itu sendiri," ujarnya.


Oleh karenanya, GerTak mengingatkan agar Kejari Lhoksemawe berhati-hati dan punya komitmen yang serius mengungkap kasus ini hingga ke level aktor utama. Karena kasus ini benar-benar telah mendapatkan atensi publik yang sangat serius.


Muslem meyakini selama ini Kajari Lhokseumawe, selalu menunjukkan komitmennya terhadap nilai-nilai pemberantasan korupsi bahkan akan serius menindak siapa saja pelakunya. Maka Muslem berharap agar komitmen itu untuk menunjukkan dengan kerja yang cepat dan totalitas dalam menangani kasus pengaman tanggul Cunda-Meuraksa ini. 


Jika sebelumnya, ia berpesan akan menunggu hasil audit BPKP terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, bahwa hasil audit BPKP telah lama diserahkan dan hasil audit tersebut juga jelas menyebutkan bahwa adanya upaya melawan hukum yang dilakukan dan telah merugikan keuangan negara.


Sehingga dengan begitu jelas kasus tersebut murni kasus tindak pidana korupsi. Karena adanya kerugian negara yang disebabkan sebagaimana yang disebutkan di dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tegas mengatakan bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri atau orang lain yang berakibat merugikan keuangan negara.



Hasil audit BPKP telah menyebutkan adanya dua pelanggaran yang dimaksud yaitu tindakan melawan hukum dan merugikan keuangan Negara.


Muslim mengingatkan, Kejari Lhoksemawe agar jangan mengabaikan suara-suara publik yang telah mendesak kasus ini segera diproses dengan cepat dan maksimal. Artinya pengungkapan kasus ini harus diusut sampai ke akar-akarnya.


"Siapa saja yang terlibat harus diungkap jangan ada yang dilindungi. Baik itu dari pihak pemerintah maupun rekanan atau pun pihak-pihak lain yang dianggap terlibat," tegasnya.


Menurut Muslem, arus desakan publik selama ini harus diingat oleh Kejari Lhoksemawe bahwa ada banyak pihak yang menginginkan agar kasus ini segera diselesaikan. 


GerTak tidak ingin sikap kritis yang ditunjukkan selama ini oleh masyarakat terkesan kurang mendapatkan atensi karena tidak harus selalu ada aksi unjuk rasa yang dilakukan pada tiap-tiap kasus baru mendapatkan perhatian dan tindakan yang serius. 


Dalam hal ini Muslem juga berharap tidak perlu sampai ke tahap itu untuk menyadarkan pihak penegak hukum bahwa setiap kasus yang terkesan lamban prosesnya cenderung karena kurang mendapatkan peran pengawasan yang optimal dari masyarakat.


Disamping itu, penegakan hukum ini dilakukan memang karena atas dasar keseriusan Kejari Lhoksemawe melihat kasus ini perlu segera untuk diselesaikan. Sehingga masyarakat menaruh kepercayaan dan penghormatan yang besar pada hasil proses penegakan hukum nantinya, karena Kejari benar-benar punya komitmen yang tinggi dalam menindak kasus-kasus korupsi di Indonesia dan Aceh khususnya. (RF)

Bagikan:
KOMENTAR