Meskipun Dilindungi UU, Penangkapan Hiu Masih Marak di Aceh


Kamis, 04 Oktober 2018 - 20.55 WIB


Banda Aceh - Penangkapan ikan Hiu (Superordo Selachimorpha) yang dilindungi Undang-undang Republik Indonesia masih marak di provinsi paling ujung barat Sumatera.

Pantauan Antara, di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Lampulo, Banda Aceh, Kamis sejumlah nelayan menurunkan ikan hiu dilindungi tersebut dari kapalnya dan kemudian langsung dijual ke pengumpul maupun pedagang eceran.

Ikan hiu yang didaratkan tersebut meliputi, Hiu Koboi (Carcharhinus longimanus), Hiu Martil (Sphyrna leweni), dan Hiu Gergaji (Pristis microdon), dan dominan siripnya sudah dipotong, hanya sebagian masih ada sirip.

Salah seorang nelayan di lokasi mengakui, ikan hiu itu tertangkap secara tidak sengaja saat nelayan memancing ikan tuna dan tidak mungkin dilepasliarkan kembali.

"Kami tidak memburu dan menangkap hiu secara khusus dan ikan hiu ini kena pancing saat kami memancing ikan tuna," kata nelayan tadi dan meminta namanya tidak disebutkan.

Ikan hiu yang dilindungi undang-undang meliputi, Hiu Martil (Sphyrna leweni), Hiu Koboi (Carcharhinus longimanus), Hiu Gergaji (Pristis microdon), Hiu Paus (Rhyncodon typus) dan Hiu Monyet/Cucut Pedang (Alopias pelagicus)

Pemerintan Republik Indonesia melalui Menteri Kelautan dan Perikanan melarang keras pemburuan ikan hiu dan ragam jenis mamalia lainnya dilindungi Undang-undang.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59/PERMEN-KP/2014. Keputuan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013, dan Permen KP No 12/2012 dan Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Sebagaimana disebutkan pada Pasal 85 bunyinya, setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan atau menggunaka alat penangkap ukan dan atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapan penangkaoan ikan di wilayah perikanan NKRI sebagaimana dimaksud pasal 9 dipidana penjara paling lama 5 tahun dan didenda paling banyak Rp2 miliar.

Kepala PSDKP Lampulo, Banda Aceh Basri sebelumnya menyampaikan, pihaknya akan menertipkan penangkapan hiu yang dilarang oleh undang-undang di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 572 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Hiu yang dilindungi Undang-undang itu tertangkap secara tidak sengaja oleh nelayan pancing tuna atau nelayan lainnya dan kedepan kita akan terus ditertipkan penangkapan hiu yang dilindungi," kata Kepala PSDKP Lampulo, Banda Aceh.

WPP 572 meliputi, perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda dan secara administrasi, WPP 572 berada di sebelah utara berbatasan dengan India.

Kemudian, sebelah timur berbatasan dengan pantai barat Pulau Sumatera, sebelah selatan berbatasan dengan Australia, dan sebelah Barat Sumatera Samudera Hindia.

"Wilayah pengawasan PSDKP Lampulo, Banda Aceh tergolong luas dan secara umum WPP 572 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia India dan di sebelah Selatan berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia Autralia dan jika ditarik garis ke Selatan menyusuri batas WPP 571 hingga perbatasan antara Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh," jelas Basri. 



Sumber : Antaranews Aceh
Bagikan:
KOMENTAR