Ist |
Menurut Karding, tak bisa disamakan antara pesantren dengan lembaga pendidikan umum.
Sebab, ada santri yang tinggal selama bertahun-tahun di pesantren, yang sudah seharusnya mendapatkan informasi politik.
"Undang-Undang (Pemilu) hanya bilang lembaga pendidikan (yang dilarang). Tapi PKPU sebut pesantren lembaga pendidikan. Ini yang akan korslet," ujar Karding Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2018).
Meski demikian, Karding mengaku pihaknya tetap taat pada aturan yang berlaku.
Meskipun calon wakil presiden (cawapres) Ma'ruf Amin kerap mengunjungi pesantren, tetapi, Ma'ruf tidak pernah berkampanye di sana.
Karding mempersilahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan Ma'ruf di pesantren.
"Kyai Ma'ruf Amin tak berkampanye di sana, dan silahkan Bawaslu melakukan pengawasan. Kita terbuka kok. Kami ikut aturan," kata Karding.
Setiap mengunjungi pesantren, kata Karding, Ma'ruf melaksanakan kegiatannya sebagai kyai, berkunjung dari satu komunitas ke komunitas lain.
"Kyai Ma'ruf Amin adalah kyai yang kerjanya berdakwah dan salah satu rutinitasnya berkunjung ke komunitas satu dan lain. Di NU terutama, saling mengunjungi itu adalah modal dasar membangun silahturahmi. Beliau berdakwah, berkunjung dan mengajar," jelas dia.
Ke depannya, Karding menyebut pihaknya akan membicarakan soal larangan tersebut ke KPU dan Bawaslu.
Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang berbunyi, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan."
KPU juga telah menegaskan, kampanye tidak boleh dilakukan di pesantren karena terhitung sebagai lembaga pendidikan.
Sumber: Kompas