Tantangan Besar Bangladesh Tangani Rohingya, Bantuan Indonesia Tiba


Selasa, 12 September 2017 - 08.46 WIB


Orang-orang Rohingya dibantu oleh warga Bangladesh ketika baru tiba di dekat Teknaf, Bangladesh, setelah menyeberang sungai dari Myanmar pada Senin (11/09). (MUNIR UZ ZAMAN/AFP)



Bangladesh mengatakan tengah menghadapi tantangan besar dalam menyediakan penampungan dan bantuan kemanusiaan lain bagi sekitar 300.000 pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari negara tetangga, Myanmar.


Mereka mengungsi dari Rakhine, negara bagian yang banyak ditempati oleh orang Rohingya di Myanmar, menyusul operasi militer sebagai tanggapan atas serangan gerilyawan Rohingya terhadap pos-pos polisi pada 25 Agustus lalu.


Di tengah peningkatan jumlah pengungsi baru, Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali mengatakan negaranya kesulitan menangani krisis ini.


"Hal ini menimbulkan tantangan sangat besar bagi Bangladesh dalam hal menyediakan penampungan dan bantuan kemanusiaan," katanya.


Total 700.000 pengungsi


Ditambahkan sebelum krisis terbaru, Bangladesh telah menampung sekitar 400.000 pengungsi Rohingya dari Myanmar selama puluhan tahun. Dengan demikian, total pengungsi Rohingya yang berada di Bangladesh dengan adanya gelombang baru mencapai 700.000 orang.


Sebagian besar dari mereka ditampung di Cox's Bazar, distrik di Bangladesh yang terdekat dengan wilayah perbatasan dengan Myanmar.


Makanan, air dan obat-obatan tidak mencukupi untuk membantu para pengungsi.


Sejumlah insiden perkelahian, lanjutnya, telah terjadi dan truk-truk pengangkut bantuan dikepung oleh para pengungsi yang merasa putus asa.


Pihak berwenang menerjunkan personel tambahan dari kepolisian dan militer di sejumlah tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan.


Bantuan Indonesia


Dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali bahwa di tataran lapangan terjadi kekurangan koordinasi dalam pemberian bantuan meskipun banyak badan bantuan dan relawan setempat terjun di lapangan.


Salah satu lembaga kemanusiaan dari Indonesia yang langsung memberikan bantuan di Bangladesh, Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyatakan telah menjangkau sekitar 50.000 pengungsi di Bangladesh.


"Pendistribusian masih berlangsung. Mereka sangat senang mendapatkan makanan, paket nutrisi, lalu alat masak berupa kuali khas Bangladesh atau khas Myanmar," kata Anca Rahadiansyah, pemimpin tim ACT Rohingya di Bangladesh dalam wawancara lewat telepon pada Senin (11/09).


Ketika diwawancara, Anca Rahadiansyah tengah menyalurkan bantuan di Waikong, salah satu titik pengungsian gelombang baru.


"Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Ada yang sakit, ada yang dibopong, terlantar. Balita, khususnya, tidak punya tempat bernaung karena memang sudah berjejal dan shelter mereka juga sangat buruk kondisinya."


Anca Rahadiansyah membenarkan pernyataan Menlu Bangladesh bahwa sudah banyak LSM dan warga setempat yang membantu dan pada umumnya mereka kekurangan kebutuhan medis.


"Dan juga, kalau kita membantu pangan tidak mencukupi karena jumlahnya (pengungsi) ratusan ribu terpecah di spot-spot Balu Kali, Teknaf, Kutapalong sampai ke area perbatasan," tutur Anca Rahadiansyah.
Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali menyerukan kepada dunia untuk membantu negara itu menangani pengungsi dari Myanmar. Sebagian besar penduduk Bangladesh masih mengalami kemiskinan.
Di sisi lain, ia juga menyerukan kepada Myanmar untuk menerapkan rekomendasi komisi yang dipimpin oleh mantan Sekjen PBB Kofi Annan, di antaranya agar ditempuh langkah transparan untuk memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang telah tinggal di Negara Bagian Rakhine dari generasi ke generasi.
Selain di kam-kamp pengungsian yang resmi, pengungsi Rohingya menempati lahan-lahan yang ada di Bangladesh, termasuk bibir pantai, di bawah pohon dan di tengah sawah.
Ajakan gencatan senjata yang deklarasikan oleh Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) sudah ditolak oleh pemerintah Myanmar dengan alasan tidak akan berunding dengan "teroris".
ARSA, yang mengaku bertindak atas nama kelompok Rohingya, menyatakan gencatan sepihak selama satu bulan untuk memungkinkan penyaluran bantuan kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine, tempat sebagian besar warga Rohingya tinggal di Myanmar.
Rakhine dikenal dengan nama Arakan oleh orang-orang Rohingya.
Bagikan:
KOMENTAR