Demokrasi dan radikalisme


Selasa, 12 September 2017 - 07.14 WIB


Radikalisme tidak bisa dijawab dengan politik moderasi atau politik toleransi.  Mereka tidak mengenal bahasa moderat dan tidak bisa melunak oleh tutur kata halus.  Radikalisme membutuhkan jawaban yang radikal.  Apa yang perlu dilawan dari praktek radikalisme di Indonesia bukannya gagasan radikalnya, tetapi cara-cara radikal yang mereka lakukan, yaitu melakukan kekerasan.


Radikalisme adalah fanatisme atau pemutlakaan terhadap suatu keyakinan dan sikap tidak mau kompromi dalam mempertahankan keyakinannya atau melawan keyakinan pihak lain (seringkali dengan menggunakan cara-cara kekerasan). Praktek radikalisme yang sarat kekerasan secara jelas dipertontonkan oleh sejumlah ormas radikal, upaya pihak-pihak menyebarkan teror dan berita-berita "hoax" di Tanah Air sudah merambah seluruh aspek dan dimensi kehidupan tanpa memandang status sosial, agama, ras, suku dan jenjang lembaga pendidikan.


Gerakan radikal tidak dapat hidup di zaman Orde Baru yang otoriter, tetapi kemudian menemukan ruang yang terbuka untuk hadir dan menguasai panggung politik justru setelah Indonesia mengalami demokratisasi.  Kenapa demikian?  Demokrasi mensyaratkan adanya toleransi.  Penguasa di era demokrasi terpenjara oleh kebutuhan untuk menjaga citra sebagai sebagai pemimpin atau penguasa yang demokrat dengan bersikap toleran terhadap penggunaan kebebasan oleh individu atau kelompok, termasuk toleran terhadap perilaku radikal.


Pada saat yang sama, iklim demokrasi memberi ruang lebar bagi berkembangnya gerakan-gerakan radikal, dalam konteks ini radikalisme agama, meskipun gerakan ini secara terang-terangan mengusung agenda anti-demokrasi.  Inilah kehebatan tetapi sekaligus ironi demokrasi.


Di negara demokratis, menjadi hak dari setiap individu untuk bersikap radikal terhadap keyakinan yang diyakini, sejauh perjuangan nilai tersebut ditempuh secara damai, tidak dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Kaum radikal dengan cerdik memanfaatkan kesempatan ini dengan mengusung agenda-agenda anti kebebasan, anti pluralisme, dan anti-demokrasi melalui propaganda di berbagai forum dan media, dan melakukan aksi-aksi kekerasan terhadap simbol-simbol kebebasan dan pluralisme, seperti diskusi Irshad Manji, Pentas seni Lady Gaga, penerbitan majalah Playboy, kelangsungan ibadah pengikut Ahmadiyah atau Syiah, pendirian gereja dan sebagainya.


Gerakan anti-radikalisme atau anti kekerasan adalah jawaban radikal terhadap radikalisme.  Artinya, sebagai reaksi dari mekarnya radikalisme, harus tumbuh di Indonesia gerakan anti-radikal yang juga bersifat radikal.  Kaum anti-radikal ini mensikapi nilai-nilai demokrasi, seperti kebebasan, hak-asasi, pluralisme, secara radikal dengan melakukan perlawanan terhadap praktek-praktek kekerasan yang dilakukan oleh kaum radikal agama.


Implementasi strategi kontra radikalisasi yang integratif dan komprehensif dilakukan dengan melakukan berbagai penelitian dan kajian mendalam mengenai anatomi kelompok radikal, sosialisasi pembinaan wawasan kebangsaan kepada masyarakat, pembinaan keagamaan terhadap napi terorisme dan keluarganya, serta Gerakan Moral Masyarakat yang melibatkan segenap unsur masyarakat sipil seperti media massa, akademisi, dan organisasi masyarakat terkait dalam upaya pencegahan radikal terorisme. 


Pemerintah tentu tidak bisa sendiri melakukan penanggulangan terorisme dan mencegah meningkatnya radikalisasi yang dilakukan jaringan ormas radikal, sehingga perlu mengajak masyarakat terutama tokoh-tokoh agama yang mempunyai misi-visi nasionalis guna menyelamatkan kelangsungan NKRI.


Jangan sampai persatuan dan kesatuan yang telah dibina selama ini dan telah menjadi senjata yang sangat ampuh bagi pejuang untuk memerdekakan bangsa ini rusak hanya karena rasa ego dan menang sendiri. Bangsa Indonesia masih mempunyai perjalanan panjang dan menjadi tugas setiap insan negeri ini untuk membawa arah bangsa Indonesia lebih baik dari sebelumnya termasuk para generasi muda yang menjadi  tulang punggung penerus bangsa.



Opini Penulis Oleh : Zulfahri.
Bagikan:
KOMENTAR