Perbup Aceh Utara Rusak Rencana Kerja Pemerintah Gampong


Selasa, 04 Juli 2017 - 23.25 WIB


ACEH UTARA - Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana telah ditetapkan pembangunan/perbaikan untuk fakir miskin/dhuafa sebagai bagian dari prioritas yang harus dilaksanakan dan dialokasikan dananya melalui anggaran desa/dana gampong anggaran tahun 2017.


Dalam surat tersebut, Bupati Aceh Utara meminta kepada para keuchik dalam wilayah kerjanya untuk dapat memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran pembangunan rumah masyarakat miskin/dhuafa dalam anggaran belanja pembangunan gampong (APBG) dan setiap gampong minimal sebanyak 2 unit rumah dengan standarisasi akan ditentukan kemudian.


Menurut Ketua Bidang Investigasi Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh Utara, Syamsul Arifin bahwa surat edaran tersebut dapat merusak rencana kerja gampong, dikarenakan gampong telah melaksanakan musrembang serta melahirkan Qanun Rencana Kerja Pemerintah Gampong (RKPG) yang merupakan acuan dasar dalam menyusun APBG seperti diamanatkan dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.


Menurutnya, Pemerintah Kabupaten tidak bisa memaksakan desa dengan mengorbankan hak asal usul serta kewenangan lokal berskala desa yang telah dituangkan dalam Qanun RKP Desa yang telah dibahas dan disetujui oleh seluruh masyarakat desa dalam musyawarah.


"Jika pun ini dipaksakan kita dapat memastikan akan muncul konflik didesa karena akan ada usulan yang telah disepakati dalam musyawarah harus dipangkas karena tidak tercukupinya anggaran yang telah direncanakan," kata Cak Ipin begitu ia disapa kepada Kabar Satu, Selasa 4 Juli 2017.


Cak Ipin menduga kebijakan tersebut merupakan kebijakan panik pemerintah terhadap jumlah rumah yang tidak layak huni di Aceh Utara yang begitu banyak kemudian bupati mengeluarkan surat tersebut degan tergesa-gesa tanpa melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat terlebih dahulu.


"Jadi kebijakan tersebut sesat karena di lapangan kita menemukan ada desa-desa yang tidak membutuhkan rumah dhuafa karena desa tersebut didominasi dengan mantan karyawan exxonmobil walaupun perekonomian mereka saat ini melemah akan tetapi rumah mereka masih dalam kategori rumah layak huni," ujarnya.


Jadi, tambahnya, untuk desa-desa tersebut jikapun dipaksa membangun rumah dhuafa mereka mengancam tidak akan memakai dana pembangunan tersebut dan akan dibiarkan menjadi silpa.


Cak Ipin mengharapkan pemerintah Aceh Utara agar mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan desa secara jangka panjang dengan memprioritaskan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan melakukan pemetaan potensi-potensi usaha desa yang dapat mengahasilkan Pendapatan Asli Gampong.


Dengan adanya pendapatan asli gampong maka gampong sejahtera dan masalah sosial seperti rumah tidak layak huni bisa dibangun dengan dana tersebut. Padahal kalau hal tersebut dijalankan tidak perlu sibuk bupati undang investor nenas dari Bengkulu cukup dengan dana desa, lapangan pekerjaan terbuka masyarakat sejahtera. [Azhar]
Bagikan:
KOMENTAR