TURKI - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberikan
peringatan keras atas keputusan Mahkamah Keadilan Eropa (European Court of
Justice/ECJ) tentang larangan berjilbab di tempat kerja. Bagi Erdogan, larangan
itu bisa jadi pemicu terjadinya perang agama.
Perang agama yang dimaksud Erdogan adalah perang salib, seperti yang
terjadi abad pertengahan antara pasukan Kristen Eropa dan penguasa Islam di
Timur Tengah. Nah, Erdogan mencoba menganalogikan melarang berjilbab sama saja
mengajak perang.
"Saudara-saudaraku terkasih, pertempuran telah dimulai antara salib
dan bulan sabit. Tidak ada penjelasan lain," kecam Erdogan di hadapan para
pendukungnya di Sakarya, Turki, seperti dilansir Deutsche Welle, kemarin.
Dia menegaskan Uni Eropa saat ini sangat memalukan dan telah melanggar
prinsip-prinsip, nilai dan keadilan yang sejatinya dijunjung tinggi Eropa.
Baginya, melarang berjilbab sama saja melakukan pembatasan simbol-simbol
keagamaan.
Sebelumnya, Selasa (14/3), Mahkamah Keadilan Eropa (ECJ) mengeluarkan
putusan untuk sebuah kasus yang dimulai pada 2003, ketika Samira Achbita,
seorang muslim, menjadi resepsionis di layanan keamanan G4S di Belgia. Saat
itu, perusahaan memiliki "aturan tidak tertulis" bahwa pengawai
dilarang mengenakan simbol politik, agama atau filosofi apa pun di tempat
kerja, kata ECJ. Pada 2006, Achbita mengatakan kepada G4S bahwa dia ingin
mengenakan kerudung di tempat kerja, namun diberi tahu itu dilarang.
Kemudian, perusahaan memperkenalkan sebuah larangan resmi. Achbita
dipecat dan dia melapor ke pengadilan untuk mengadukan diskriminasi. Hasilnya,
ECJ mengatakan hukum UE memang melarang diskriminasi atas dasar agama, namun
tindakan G4S memperlakuan semua pegawai dengan cara yang sama, artinya tidak
ada orang yang dibeda-bedakan dalam aturan tersebut.
Keputusan Uni Eropa inilah yang membuat Erdogan geram. Di Turki,
sentimen anti Eropa memang sangat kental, terlebih soal pelarangan berhijab.
Sebelumnya, juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin juga menyatakan keputusan
pengadilan Eropa tentang penggunaan jilbab justru akan memperkuat tren
anti-Muslim dan xenofobia yang berkembang di Eropa dan dunia Barat. "Quo
vadis Europa? (Ke mana Eropa akan dibawa?)" kata Ibrahim dalam akun Twitter
resminya.
Erdogan bukan kali ini saja terlihat galak kepada Eropa. Dia semakin
galak setelah Jerman dan Belanda menolak mengeluarkan izin bagi politisi Turki
untuk berkampanye di negara-negara tersebut. Kampanye itu dimaksudkan untuk
menggalang dukungan menjelang Referendum Turki, yang apabila berhasil, bisa
berpotensi memperluas kekuasaan Erdogan. [RMOL]