Modus pegawai kelurahan, Arifin gondol iPhone5 dari rumah warga


Minggu, 26 Februari 2017 - 09.28 WIB


JAKARTA - Berpura-pura sebagai pegawai kelurahan yang bertugas menempelkan stiker imbauan ke rumah-rumah warga, Arifin (46), asal Pendegiling Surabaya, Jawa Timur mencuri iPhone 5 di Pondok Benowo Indah, Kecamatan Pakal. Bapak dua anak ini mengaku, terpaksa mencuri karena masalah ekonomi.


Pekerjaannya sebagai tukang ojek becak motor (bentor) tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Terlebih dua anaknya butuh biaya sekolah.


"Saya baru sekali ini. Anak saya dua sudah SMA semua. Penghasilannya saya sebagai ojek tidak mencukupi. Kadang sehari hanya dapat Rp 50 ribu," kata Arifin saat diperiksa penyidik di Mapolrestabes Surabaya, Sabtu (25/2).


Arifin kemudian mempunyai ide membuat stiker imbauan yang wajib ditempel di pintu atau jendela warga. Stiker itu berisi larangan bagi pengemis masuk.


Agat tidak dicurigai warga, dia mengaku pegawai kelurahan yang diperintahkan untuk memasang stiker imbauan tersebut. "Kemudian yang punya rumah saya suruh nempel stikernya sendiri. Sedang saya ngawasi isi rumah, apa yang bisa saya ambil. Kalau yang punya rumah lengah, barangnya saya ambil," ceritanya.


Pada aksi pertamanya, Arifin menyasar rumah Ayunda Siswanti Putri (21), warga Pondok Benowo Indah. Setelah berhasil mengelabui korban dan mengambil iPhone 5.


Usai mendapat laporan korban, polisi langsung melakukan pengejaran dan berhasil menangkap tersangka di rumahnya. "Tersangka kami tangkap usai mendapat laporan dari korban. Modus kejahatan yang dilakukan tersangka, dengan berpura-pura sebagai petugas kelurahan untuk menempel stiker imbauan," terang kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Shinto Silitonga.


Semula untuk menghilangkan jejak, tersangka menggunakan pelat nomor palsu pada kendaraan yang dipakainya setiap melakukan sarana kejahatan.


"Selain mengamankan tersangka, petugas juga menyita barang bukti berupa satu unit motor Honda Supra L 5606 NZ milik tersangka, iPhone 5, 10 stiker, sepatu, jaket, dan pelat nomor palsu, serta uang tunai Rp 1,5 juta hasil penjualan handphone," jelas Shinto. [Merdeka]
Bagikan:
KOMENTAR