Banda Aceh – Krisis distribusi gas elpiji subsidi di Aceh semakin parah. Masyarakat kecil, yang seharusnya menjadi prioritas penerima manfaat, kini harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk mendapatkan gas elpiji 3 kg yang kian langka.
Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) menyerukan kepada Pj Gubernur Aceh untuk segera membuat kebijakan konkret dan tegas dengan mengalihkan pengelolaan distribusi gas elpiji 3 kg ke Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) di setiap desa.
Ketua SAPA menegaskan, sudah saatnya pemerintah turun tangan menyelamatkan hak-hak masyarakat terhadap akses gas subsidi yang seharusnya mudah didapatkan dan dengan harga yang wajar.
Saat ini, kondisi di lapangan sangat memprihatinkan. Harga gas elpiji 3 kg yang semestinya sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 18.000 hingga Rp 20.000, kini dijual oleh pengecer dengan harga mencapai Rp 35.000 hingga Rp 40.000 per tabung. Bahkan, beberapa warga harus rela mengantre berjam-jam di pangkalan, namun pulang dengan tangan kosong karena stok gas sudah habis.
Hal ini terjadi bukan hanya di Aceh Timur dan Aceh Utara, tetapi dialami juga daerah lain di Aceh, termasuk di wilayah pedesaan yang jauh dari jangkauan distribusi utama. Hal ini diungkapkan Ketua SAPA Fauzan Adami kepada media ini, Senin 7 Oktober 2024.
Ketua SAPA mengkritik keras ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menata distribusi gas elpiji. “Ini bukan lagi masalah kecil, ini adalah persoalan mendesak yang menyangkut hajat hidup orang banyak! Pj Gubernur Aceh harus segera turun tangan dan mengatasi kekacauan distribusi gas elpiji ini. Sudah terlalu banyak laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh permainan harga dan ketidakadilan distribusi,” ujar Fauzan.
SAPA mengusulkan agar setiap desa memiliki satu pangkalan gas elpiji yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) dengan pendataan ketat terhadap warga yang berhak menerima. Dengan demikian, penyaluran gas elpiji dapat dipantau dan dijamin tepat sasaran.
“Kita harus memastikan bahwa gas subsidi ini tidak jatuh ke tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Dengan BUMG yang mengelola, pangkalan desa bisa mendata dengan jelas siapa saja yang berhak, mulai dari masyarakat kurang mampu, UMKM, hingga usaha mikro di desa. Jangan sampai gas subsidi ini justru dijadikan alat untuk memperkaya segelintir pihak yang bermain di rantai distribusi,” tegasnya.
Menurut SAPA, pengalihan distribusi ke BUMG akan menciptakan transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah desa sebagai pengelola akan lebih peka terhadap kebutuhan masyarakatnya, sehingga tidak ada lagi keluhan tentang kelangkaan atau harga yang melambung tinggi. Sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah, khususnya Pj Gubernur Aceh, untuk mendengarkan aspirasi ini dan membuat kebijakan yang pro-rakyat.
“Jangan hanya diam dan melihat masyarakat menjerit! Pj Gubernur Aceh harus menunjukkan keberpihakannya. Segera buat regulasi yang mengikat agar setiap desa punya pangkalan gas elpiji sendiri, yang diawasi dan dikelola oleh BUMG dengan pendampingan dari pemerintah. Ini bukan hanya solusi jangka pendek, tapi juga jangka panjang agar distribusi gas elpiji di Aceh lebih tertata dan tidak ada lagi penyimpangan,” pinta Fauzan.
Ini saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan nyata! Jangan sampai kebutuhan dasar masyarakat diabaikan. Ketidakmampuan pemerintah dalam menertibkan distribusi gas elpiji akan memperlihatkan lemahnya komitmen dalam melindungi rakyatnya.
Pj Gubernur Aceh harus segera bertindak dan tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut. Harus ada langkah konkret menyelamatkan hak masyarakat terhadap gas elpiji subsidi, dan memastikan distribusi yang lebih adil serta merata di seluruh Aceh. Demikian kata Ketua SAPA Fauzan Adami.(adv)