BPKP Temukan Kerugian Negara 4,9 M Pembangunan Pengaman Pantai Cunda - Meuraksa, Ini Kata HMI


Sabtu, 20 Maret 2021 - 13.09 WIB



Lhokseumawe - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh telah selesai melakukan audit investigasi terhadap pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Lhokseumawe, yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) kota Lhokseumawe, Sabtu 20 Maret 2021.


Kepala BPKP perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya dalam konferensi pers nya menyampaikan bahwa dari hasil audit tersebut ditemukan adanya modus rekayasa proses lelang dan pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan kontrak, Sehingga merugikan keuangan negara lebih dari 4,9 miliar.



Muhammad fadli Ketua HMI Komisariat Hukum Unimal Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara dalam keterangannya, Sabtu (20/3/2021) menyebutkan, terus mengawal kasus ini hingga tuntas.



"Kami dari HMI Komisariat Hukum Unimal akan terus mengawal kasus dugaan proyek fiktif 4,9 Milyar ini hingga tuntas, karna dari awal investigasi yang kami lakukan bersama dengan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan dengan berbagai teman-teman media memang sangat besar indikasi korupsi di proyek tersebut, alhamdulillah saat ini badan auditor resmi yaitu dari BPKP sudah menyampaikan hasil audit nya, dan itu sesuai dengan dugaan kita selama ini, bahwa ada kerugian negara yang mengakibatkan masyarakat menjadi korban," katanya.



Kasus tersebut saat ini menunggu integritas dan keberanian dari Kajari Lhokseumawe untuk mengusut tuntas hal itu, terlihat dari  bukti permulaan sudah ada, tahap selanjutnya langsung ke penyidikan kejaksaan, dan kemudian langsung ditetapkan tersangka bagi yang terbukti melakukan tindak pidana tersebut.



"Apakah itu nantinya dari pihak Pemerintah Kota Lhokseumawe,atau pihak rekanan, masyarakat kota lhokseumawe ingin melihat apakah Kajari Lhokseumawe akan meninggalkan prestasi selama mengabdi di kota Lhokseumawe, atau akan meninggalkan catatan hitamnya, kita percayakan sepenuhnya penegakkan hukum tersebut kepada kejari Lhokseumawe, khususnya kepada Kajari. Masyarakat akan bersama Kejari Lhokseumawe, dan kami mahasiswa akan terus mengawal dan memantau perkembangan kasus ini," ungkap Fadli.



Muhammad fadli menambahkan, hampir semua masyarakat kota Lhokseumawe tahu dan faham bahwa salah satu faktor yang membuat kota Lhokseumawe masih tertinggal dalam segi pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi karna banyaknya praktik-praktik korupsi selama ini, namun baru kali ini yang bisa di buktikan secara fakta hukum, ini harus menjadi momentum untuk menghukum tangan-tangan jahat yang selama ini terus menggerogoti uang rakyat, kebijakan populis yang akhirnya hanya untuk kepentingan kelompok saja, jika kali ini lolos maka kedepannya tangan-tangan jahat tersebut akan semakin semena-mena dalam melakukan tindakan koruptifnya.



Kemudian menurut penelusuran HMI, dugaan korupsi tersebut dilakukan pada tahun anggaran (TA) 2020, dimana pada tahun 2020 adalah awal dunia berperang melawan pandemi covid-19, sungguh miris di tengah Negara dan masyarakat melawan wabah yang sangat mematikan tersebut, namun ada oknum-oknum yang menggunakan kesempatan tersebut untuk mematikan masyarakat secara tidak langsung dengan melakukan korupsi.



Melakukan korupsi di tengah bencana alam baik bencana alam konvensional atau non konvensional bisa dijatuhkan hukuman mati, dan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu yang lalu, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)’.



Sedangkan, di dalam ayat (2) disebutkan ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.



"Kita berharap kepada Kejari Lhokseumawe jika alat bukti sudah cukup berani untuk menjerat para pelaku tersebut dengan hukuman terberat yaitu hukuman mati seperti yang saya jabarkan diatas, karna melakukan korupsi di tengah bencana pandemi covid-19 selain melakukan pelanggaran hukum, namun juga menabrak moralitas dan hati nurani sebagai seorang manusia, ini awal langkah kota Lhokseumawe untuk berbenah menjadi lebih baik lagi kedepannya, tumor ganas korupsi yang masif selama ini harus segera di amputasi, kita percaya kajari lhokseumawe berani dan berintegritas untuk menyelesaikan kasus ini," tutup Muhammad fadli Ketua HMI Komisariat Hukum Unimal Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara.(AG)

Bagikan:
KOMENTAR