Ist |
Uji coba dimaksudkan untuk memvalidasi dan memverfikasi kemampuan transportasi terbang perusahannya. Kemudian, mereka akan mendemonstrasikan penerbangan tersebut kepada publik.
Dalam pengembangan proyek ini, Volocopter didukung Pemerintah Singapura melalui Kementrian Transportasi, Otoritas Penerbangan Sipil, dan Dewan Pengembangan Ekonomi. Uji coba di Singapura ini merupakan uji coba lanjutan setelah sebelumnya dilakukan Volocopter di Jerman untuk taksi udara dan pesawat autonomus di Dubai pada 2017.
"Uji coba di Singapura akan dilakukan di dalam lingkungan urban dan sepenuhnya berada di kondisi iklim yang berbeda di banding Jerman," ujar Alex Zosel, co-founder Volocopter, sebagaimana KompasTekno rangkum dari Digital Trends, Jumat (26/10/2018).
Zosel menambahkan, aspek lingkungan urban dan iklim akan menjadi pertimbangan untuk mengembangkan taksi terbang di dalam lingkup kota.
"Kemudian di Singapura, kami akan mencari rute komersial yang berpotensi untuk uji coba. Untuk menggunakan rute-rute tersebut, kami akan bekerja dalam integrasi udara di wilayah udara yang lebih rendah di atas kota, sebuah aspek penting untuk menerapkan cara baru transportasi ini," imbuhnya.
Metode lepas landas dan mendarat secara vertikal (VTOL) dari taksi udara di Singapura nantinya kurang lebih mirip dengan helikopter. Namun, taksi udara ini akan menggunakan teknologi seperti drone atau pesawat tanpa awak, meskipun dengan 18 rotor, bukan empat seperti yang umum ditemukan pada quadcopter.
Taksi terbang nantinya bisa mengangkut dua orang dengan jarak tempuh di bawah 30 kilometer. Transpostasi udara ini menggunakan daya listrik, bebas emisi, dan diklaim akan terbang tanpa mengeluarkan suara bising.
"Kami berharap rute taksi terbang komersial pertama akan dibuka dalam tiga hingga lima tahun," ujar Zosel.
"Jadi saat saya mundur, dalam kurun waktu 12 tahun, saya ingin ada sistem infrastruktur penuh Volocopter setidaknya di 10 kota di sleuruh dunia," tambah Zosel.
Sumber: Kompas