Bom yang Tewaskan 40 Anak di Yaman Ternyata Disuplai AS


Sabtu, 18 Agustus 2018 - 19.52 WIB


Washington DC - Bom yang menewaskan 40 anak dan 11 orang lainnya di Saada, Yaman ternyata disuplai oleh Amerika Serikat (AS). Bom itu digunakan koalisi pimpinan Arab Saudi dalam menyerang sebuah bus berisi anak-anak di Yamanpada 9 Agustus lalu.

Dilaporkan CNN dan dilansir AFP, Sabtu (18/8/2018), bom itu dijual otoritas AS di bawah kesepakatan yang tercapai antara Departemen Luar Negeri dengan pemerintah Saudi beberapa waktu lalu.

Dengan mengutip sejumlah pakar amunisi, CNN menyebut bahwa serpihan bom, yang gambarnya diambil sesaat usai serangan terjadi, mengindikasikan itu merupakan jenis bom Mk 82 laser-guided yang diproduksi oleh kontraktor pertahanan AS, Lockheed Martin. 


Mantan Presiden AS Barack Obama melarang penjualan persenjataan precision-guided kepada Saudi, setelah negara kerajaan itu menggunakan bom yang sama dalam serangan Oktober 2016 yang menewaskan 140 orang di Sanaa, yang diduduki pemberontak Houthi.

Namun Presiden AS saat ini, Donald Trump, mencabut larangan itu setelah menjabat awal tahun 2017.

Sedikitnya 59 anak-anak masuk dalam daftar 79 korban luka akibat serangan koalisi Saudi di Saada, pekan lalu. Wilayah Saada yang berbatasan dengan Saudi, merupakan markas kuat pemberontak Houthi. 

Koalisi Saudi dalam pernyataannya mengklaim serangan itu sebagai 'aksi militer yang sah' yang menargetkan elemen-elemen yang bertanggung jawab atas serangan rudal ke wilayahnya. Koalisi Saudi juga menyatakan bahwa bus yang diserang itu membawa para pemberontak Houthi. 

Namun demikian, koalisi Saudi berjanji akan melakukan penyelidikan internal atas insiden itu. "Kepemimpinan koalisi telah memerintahkan segera dimulainya penyelidikan untuk meneliti peristiwa tersebut, memperjelas latar belakangnya dan mengumumkan hasilnya secepat mungkin," ujar seorang pejabat koalisi Saudi seperti dikutip kantor berita Saudi Press Agency (SPA).

Di sisi lain, para pengamat dan organisasi-organisasi kemanusiaan meragukan hasil penyelidikan koalisi Saudi akan transparan dan bisa memuaskan seruan internasional.



Sumber : detik.com
Bagikan:
KOMENTAR