Irwandi Yusuf Mengaku Tak Nyenyak Tidur di Rutan KPK


Minggu, 08 Juli 2018 - 13.49 WIB


Ist
JAKARTA - Dua malam sudah Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mendekam di dalam Rumah Tahanan (rutan) KPK di Jakarta sejak terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap proyek dana Otsus Aceh. Irwandi merasakan sulitnya tidur di dalam sel dengan fasilitas seadanya di rutan tersebut.


Irwandi mengungkapkan pengalamannya itu usai menjalani pemeriksaan perdana pasca-ditahan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).


Gubenur pertama Aceh setelah perdamaian Helsinki itu mengaku tak bisa tidur pada malam pertama dan keduanya dirinya tinggal di dalam Rutan KPK. Kehidupan di dalam rutan menambah kesulitan dirinya untuk tidur mengingat hal sama dirasakannya kala tidur di rumahnya di Aceh.


Namun, dia tidak merinci alasan dirinya tidak lelap berada di dalam tahanan dan rumahnya sendiri. "Tidak enak tidur di dalam. Jangan di dalam, di rumah sendiri juga enggak enak tidur saya," ucap Irwandi.


Penyidik KPK menahan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sejak Kamis (5/7) dini hari, usai orang nomor satu di Bumi Rencong itu terjaring OTT dugaan praktik suap dan ditetapkan sebagai tersangka. Di dalam 'rumah barunya', mantan petinggi GAM tersebut tinggal di b bdalam kamar sel berukuran 7x3 meter persegi bersama tiga tahanan kasus korupsi lainnya.


Tak ada fasilitas mewah di kamar sel yang dihuni oleh Irwandi Yusuf, gubernur provinsi berotonomi khusus itu. Selain kasur dan bantal yang menjadi fasilitas pribadi, Irwandi harus berbagi atau bergantian dengan tiga tahanan lain saat ingin menggunakan fasilitas MCK di dalam kamar selnya.


Sejak ditahan dua hari lalu, belum seorang pun anggota keluarga yang membesuk Irwandi ke Rutan KPK. Belum juga terlihat istri Irwandi Yusuf, Darwati A Gani dan anak sulung mereka, Teguh Meutuah, saat ada jadwal besuk tahanan Rutan KPK pada Kamis kemarin.


Kuasa hukum Irwandi Yusuf, Sayuti Abubakar juga belum bisa menemui kliennya di rutan komisi anti-rasuah itu. Ia mengatakan, penyidik KPK baru mengizinkan keluarga dan pengacara menemui Irwandi di Rutan KPK pada Senin, 9 Juli 2018 nanti. "Senin baru diizinkan," ujarnya.


Selain Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, OTT tim KPK untuk kali pertama di Aceh pada Selasa (3/7) lalu juga mengamankan Bupati Meriah Bener, Ahmadi dan delapan orang lainnya.


Irwandi diamankan di rumah dinas Gubernur Aceh, Banda Aceh. Sementara, Ahmadi ditangkap di Takengon sepulang memberi pembekalan soal integritas kepada caleg Partai Golkar.


Mereka yang terjaring OTT tim KPK sempat menjalani pemeriksaan di Mapolda Aceh sebelum akhirnya diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK pada Rabu.


Setelah menjalani pemeriksaan dan gelar perkara, akhirnya KPK menetapkan Irwandi Yusuf dan Ahmadi ditetapkan sebagai tersangka.


KPK menetapkan Irwandi Yusuf sebagai tersangka penerima suap terkait Pengalokasian dan Penyaluran Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh Tahun Anggaran 2018. Sementara, Ahmadi menjadi tersangka pemberi suapnya. "Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp 500 juta, bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di KPK.


Dua orang pihak swasta yang diduga orang dekat Irwandi Yusuf juga ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Keduanya adalah staf khusus Irwandi Yusuf, Hendri Yuzril dan Suaiful Bahri.


KPK menduga  pemberian dari Ahmadi untuk Irwandi Yusuf sebesar Rp 500 juta itu adalah kali kedua. Diduga Bupati Bener Meriah Ahmadi mengumpulkan uang suap dari para pengusaha. Duit yang terkumpul diduga disetorkan untuk Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.


Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, diduga menerima suap dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi, sebesar Rp 500 juta. Uang tersebut diduga  bagian dari Rp 1,5 milyar yang diminta gubernur terkait pengalokasian anggaran dana otonomi khusus (otsus) Aceh dalam penganggaran antara provinsi dan kabupaten tahun anggaran 2018.


Uang tersebut diduga bagian dari komitmen fee sejumlah 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh atas ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Otsus Aceh Tahun 2018. Untuk tahun 2018, Provinsi Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun.


Modus dugaan suap untuk Gubernur Irwandi Yusuf dari Bupati Ahmadi dilakukan melalui perantara orang dekat keduanya, yakni Muyassir, Fadli, Syaiful Bahri dan Hendri Yuzal.


Dalam OTT di Aceh pada Selasa lalu, tim KPK mengidentifikasi adanya serah terima uang dari Rp 500 juta dari orang dekat Bupati Ahmadi, Muyassir kepada orang dekat Gubernur Irwandi, Fadli, di sebuah hotel di Banda Aceh. Selanjutnya, Fadli menyetorkan uang tersebut masing-masing Rp 50 juta, Rp 190 juta dan Rp 173 juta. KPK menyita uang Rp 50 juta dari Syaiful Bahri yang diduga kiriman dari Fadli.


"Uang yang disetor ke beberapa rekening tersebut sebagian diduga digunakan untuk pembayaran medali dan pakaian untuk kegiatan Aceh Marathon 2018," ungkap Basaria.


Pakai Kode '1 Meter'


Juru Bicara KPK, Febridiansyah mengungkapkan, dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi ini, para pelaku menggunakan kode '1 Meter' untuk mengganti transaksi dugaan suap yang dilakukan. Kode itu sebagai penyamaran besaran jatah  fee 10 persen dari total alokasi anggaran dana otsus Aceh Tahun Anggaran 2018.


Selanjutnya, para pelaku menyebarkan jatah fee tersebut untuk sejumlah pejabat di provinsi sebesar 8 persen dan kabupaten sebesar 2 persen. "Kode '1 meter' itu untuk jatah 10 persen dari total anggaran. Kami menduga untuk pejabat di provinsi 8 persen dan kabupaten 2 persen," ungkapnya.


Febri menjelaskan, tim penyidik KPK telah mengidentifikasi dugaan adanya suap untuk Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi ini. Di antaranya sejak awal ada sejumlah pertemuan dan pembicaraan soal fee di antara pihak-pihak yang terlibat.


"Jadi, akan lebih baik bagi pihak-pihak yang diperiksa KPK untuk terbuka menjelaskan pada penyidik. Nanti dalam proses ini pemanggilan terhadap saksi-saksi yang relevan akan dilakukan berikutnya," tandasnya.


Merasa Dijebak


Irwandi tetap pada sikapnya, dirinya tidak mengetahui adanya suap sebagai ijon proyek infrastruktur yang bersumber dari dana Otsus Aceh tahun 2018. Mantan petinggi GAM itu mengaku ada pihak lain yang sengaja menjebak dengan mengatasnamakan dirinya.


Ia menyimpulkan hal itu karena sebelumnya ada kejadian seseorang yang mengatasnamakan Irwandi untuk meminta fee kepada sebuah perusahaan di Aceh. Dan orang tersebut menjanjikan jatah proyek kepada pemilik perusahaan tersebut.


Pemilik perusahaan tersebut mengadu kepada Irwandi hingga akhirnya ditelurusuri dan ditemukan pelaku yang menjual nama Irwandi. Setelah ditangkap, orang tersebut mengaku sampai berani menjual nama Irwandi Yusuf karena butuh uang untuk Lebaran dan hal lain.


"Dan satu orang itu, merupakan mantan tim sukses saya kemarin. Di Aceh beberapa kali terjadi seperti itu. Ada pihak yang mengatasnamakan saya," kata Irwandi usai menjalani pemeriksaan perdana di Gedung KPK pasca-ditahan KPK.


Dengan dalih adanya pengalaman seperti itu Irwandi menilai ada dugaan dirinya dijebak sampai akhirnya dicokok oleh pihak KPK karena dugaan menerima suap ijon proyek. "Ya segala kemungkinan bisa terjadi," kata dia.


Selain Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi juga menjalani pemeriksaan untuk kali pertama setelah dirinya ditahan oleh KPK pada Kamis malam.


Gayung bersambut, tersangka Ahmadi mengaku pemberian uang darinya untuk Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bukan karena permintaan Irwandi. Permintaan uang itu dikatakannya berasal dari orang terdekat Irwandi. Namun, Ahmadi menolak menyebut nama orang yang dimaksudnya itu. "Bukan pak gubernur. Orang dekat beliau yang minta," kata Ahmadi.


Ahmadi mengaku bahwa tidak pernah bertemu dengan Irwandi dalam waktu dekat. Sehingga, dia memastikan tidak ada dana yang mengalir kepada gubernur yang baru terpilih kembali pada pilkada 2017 lalu itu.


Sumber: Tribunnews
Bagikan:
KOMENTAR