Terkait Hukum Cambuk Aceh, GRAM Tolak Pergub No. 5 tahun 2018


Minggu, 15 April 2018 - 16.50 WIB


ACEH UTARA -  Lembaga Swadaya Masyarakat  (LSM) Gerakan Rakyat Aceh Membangun (GRAM) angkat bicara soal kontroversi pergub Aceh No. 5 Tahun 2018 tentang tempat pelaksanaan hukum cambuk yang harus dilaksanakan dalam penjara. GRAM menolak kebijakan Peraturan Gubernur Aceh tersebut.


GRAM beralasan, kebijakan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengeluarkan Pergub tentang pelaksaan hukum cambuk bagi para pelanggar syariat Islam yang dilaksanakan dalam penjara telah menggores hati rakyat Aceh yang menginginkan Syariat Islam di Aceh dilaksanakan secara kaffah, menurutnya, penegakan Syaraiat Islam di Aceh tetap harus ditempat terbuka untuk umum.


"Jika itu dijalankan maka akan berakibat fatal bagi Qanun Syariat Islam itu sendiri sehingga dengan adanya Pergub tersebut pelan-pelan akan mengikis Syariat Islam yang ada di Aceh, dan kita khawatirkan seiring berjalannya waktu syariat Islam pun akan bubar dengan sendirinya," kata Muhammad Azhar Direktur LSM GRAM kepada KabarSATU.info, Minggu (15/04).


Menurutnya, tentu saja hal itu sangat tidak diinginkan oleh Rakyat Aceh. "Tidak hanya itu saja, hal ini juga akan berefek kepada UUPA yang telah terbentuk, dan jika ini terus kita biarkan, bukan hanya Syariat Islam saja yang akan hilang di Aceh, namun, tidak tertutup kemungkinan UUPA yang telah terbentuk lambat laun juga akan hilang dengan sendirinya," lanjutnya.


Dengan sikap dan kebijakan pemerintah Aceh tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat yang ada di Aceh, GRAM menambahkan tidak menutupi kemungkinan pemerintah sedang mengupayakan penghapusan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang seharusnya dipertahan.


"Jika hal-hal seperti ini terus terjadi siapa yang dapat menjamin bahwa UUPA dapat tetap bertahan? Pak Gubernur jangan main-main Pergub aja dong, sesuka hatinya saja, ini menyangkut Rakyat banyak, harus ada persetujuan Rakyat," tandas Muhammad Azhar.


GRAM menyayangkan sikap kebijakan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, seharus, kepala Pemerintah Aceh yang dipercayakan oleh rakyat Aceh pada periode kedua kalinya ini, menurutnya rakyat mengharapkan banyak perubahan yang akan diciptakan oleh Irwandi.


"Namun, dengan adanya Pergub tersebut, malah sebaliknya. Syariat Islam Yang baik bagi kekhafahan syariat ditengah masyarakat yang sedang membutuhkannya justru dikebiri. Ini perlu dipertanyakan, apakah seperti ini hadiah terbesar Irwandi atas pengorbanan rakyat yang telah mempercayainya kembali,?" terang Alumni Sekolah Demokrasi Aceh Utara ini.


Seharusnya, lanjut Azhar, setiap produk hukum itu dikeluarkan harus disetujui dan diterima oleh publik.


"Dalam hal ini kita juga menilai bahwa alasan Gubernur mempergubkan pelaksanaan Syariat Islam sangatlah tidak masuk akal, seperti alasan bahwa ada tekanan dari pihak luar negeri. Perlu kita tegaskan kepada Pak Gubernur bahwa ini negeri kita, kepentingan kita, kepentingan Rakyat kita, dan Gubernur sebagai pemangku kepentingan seharusnya menjalankan tugas-tugasnya dan memenuhi kepentingan Rakyatnya bukan malah sebaliknya beliau malah memenuhi kepentingan luar (Asing)," tukas Azhar.



Hal kebijakan pak Gubernur perlu dipertanyakan, sebenarnya beliau berada pada posisi tersebut untuk siapa? Untuk Rakyat Aceh ataukah Untuk pihak asing dan kepemimpinannya itu dibawah intervensi pihak asing? Kebijakan Pak Gubernur mempergubkan Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sungguh akan membuat kegaduhan besar di Aceh.
"Kami berharap agar Syariat Islam di Aceh tetap utuh walau apapun yang terjadi, tegakkan Syariat Islam di Aceh secara kaffah dan bukan dibawah intervensi Pihak Asing. Syariat Islam Aceh Harga itu Mati," pungkasnya.


Menurut GRAM, upayakan peningkatan syariat islam, itulah yang seharusnya dilakukan oleh Gubernur Aceh dan juga legislator Aceh. Bahaya narkoba, pendangkalan aqidah menurutnya, merupakan ancaman besar yang sedang memporak porandakan agama di Aceh. (Rilis)
Bagikan:
KOMENTAR