KUA Nibong, Jangan berfikiran mesum terkait Qanun Keluarga


Senin, 08 Juli 2019 - 11.08 WIB


Lhoksukon - Sebagai Kepala KUA Kecamatan Nibong saya sangat setuju atas inisiasi eksekutif provinsi Aceh tentang Qanun Keluarga.


Tgk Andy Saputra yang juga Kepala KUA Nibong Kepada Kabarsatu. Info pada Senin (08/07) mengatakan,  Kita tidak boleh abai terhadap berbagai persoalan yang muncul ditengah masyarakat. Salah satunya pernikahan siri dan perkembangan aliran beragama.


Qanun Keluarga atau di daerah lain disebut Perda justru berada pada tingkat wajib untuk lahir sebagai terjemahan akomodatif dari dua Undang-undang di atasnya, yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Qanun Keluarga yang akan lahir diharapkan dapat memuat kekhususan Aceh di dalamnya, bukan sekadar Juknis seperti aturan di bawah Kementerian Agama yang berlaku umum secara nasional.


Qanun Keluarga ini mesti berisikan aspirasi mayoritas rakyat Aceh misal berdasar mazhab syafi'i tanpa mengesampingkan mazhab lain, juga memuat denda (hukuman) atas pelanggaran.


Dengan demikian, rakyat Aceh akan tertib dalam praktik hukum keluarga. Para pelaksana seperti KUA dan Pengadilan Agama (Mahkamah Syar'iyyah) lebih mudah dalam bekerja.


Kalau tidak diatur secara tegas dalam hukum positif seperti Qanun, pelaksana kerap dihadapkan dengan perbedaan pendapat   (khilafiyah) dalam satu mazhab, lintas mazhab 4 maupun aliran non mazhab. Yang paling parah adalah praktik tanpa aliran (awam).
Qanun Keluarga jangan ditanggapi dengan pikiran mesum, seolah substansinya soal Poligami, padahal banyak hal lain yang jauh lebih penting di dalamnya. Misal model lafal yang tidak boleh diucapkan suami kepada istrinya.


Dikatakannya, Ada lafal menyebabkan talak, ada yang tidak tertalak tapi tidak boleh bersama, ada yang tidak boleh kembali selamanya.


 Kemudian nikah, seperti apa Rukun dan Syarat yang akan berlaku khusus di Aceh? Sub pembahasan yang juga penting adalah standar 'adil wali nikah, katagori wali ghaib, serta katagori wali 'adhal.
Yang dekat dengan trending opini (Poligami siri) adalah bagaimana hak keperdataan, status, dan waris bagi anak dari ibu (madu) yang tidak tercatat pernikahannya oleh negara?



Fenomena 'Gunung Es' ini juga berlaku bagi anak dari istri pertama yang nikah orang tuanya secara siri, misalkan anak dari perantau yang nikah siri di Malaysia dengan cara wali tahkim pada seorang yang diustadkan, apakah Mahkamah Syariyyah di Aceh dapat melaksanakan isbat nikah terhadap peristiwa nikah seperti ini? Di sisi lain, terkadang mereka telah miliki Kartu Keluarga pula dari Disdukcapil.



Ada segudang masalah tentang hukum keluarga yang belum ada titik terang penerapannya.  Maka, tolonglah Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang terhormat, jangan dengan pikiran mesum menillai Qanun Keluarga.(Rel/ Red)

Bagikan:
KOMENTAR