Jubir GAM D4 Pase: Jika Mualem Bermasalah Tidak Ada Lagi Pemadam di Aceh


Minggu, 02 Juni 2019 - 11.29 WIB


ACEH UTARA - Jubir KPA/ Panglima Muda Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Daerah IV (D-4) Pase Muhammad Jhoni menanggapi tetkait  yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. Akan ada konsekuensi hukum terhadap munculnya wacana Referendum Aceh yang disampaikan Ketua Umum KPA/PA yang juga Eks Panglima Perang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf (Mualem).


"Jika benar Mualem dipermasahkan atau diproses hukum, berarti kita sudah kehilangan pemadam di Aceh. Bila di Aceh tidak ada lagi pemadam sedikit saja ada percikan api, maka Aceh akan kembali membara dan perjanjian damai antara RI-GAM akan terancam.” ujar M. Jhoni . Jum'at (31/05) Kemarin. Usai menghadiri buka bersama dikediaman anggota DPRK Aceh Utara.


M. Jhoni menambahkan."Selama ini para eks kombatan GAM mulai dari kalangan bawah selalu mempertanyakan bagaimana sudah realisasi butir-butir MoU Helsinki kepada Mualem. Tetapi Mualem selalu siap merendam dan mengajak kami menunggu dan bersabar jika ditanyakan hasil dari MoU Helsinki yang sudah belasan tahun berjalan. Banyak butir-butir perjanjian (MoU) yang dicomot satu persatu oleh pemerintah. Tetapi Mualem selama ini tetap sabar dan komit dengan perjanjian damai.


"Jika Mualem tidak komit, saya rasa perjanjian damai ini tidak akan bertahan sampai 14 tahun, empat belas tahun bukanlah waktu yang singkat, apalagi sampai saat ini banyak butir-butir  MoU Helsinki yang tidak terealisasi dari nota perjanjian damai. Bagi kami Mualem adalah sosok Panglima yang bertanggung jawab demi menyelamat kan perdamaian”. kata M. Jhoni menambahkan.


"Referendum yang disuarakan oleh Mualem itu adalah untuk kepentingan Aceh. Bukan untuk kepentingan Partai Aceh (PA) atau untuk kelompok tertentu dan bukan juga untuk Mualem.


Seharusnya kita bersatu demi kemaslahatan bersama, apalagi saling menyalahkan. Jika ada satu dua yang mengatas namakan tokoh Aceh dan tidak setuju dengan Referendum, inilah penghianat rakyat Aceh sesungguhnya. Empat belas tahun bukanlah waktu yang singkat, apalagi sampai saat ini banyak butir-butir  MoU Helsinki yang belum terealisasi dari nota perjanjian damai,” pungkas M. Jhony.


Seperti diberitakan sejumlah media cetak dan online sebelumnya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan akan ada konsekuensi hukum terhadap munculnya wacana referendum Aceh.


"Referendum Aceh tidak Relevan, aturan sudah dicabut."Kan sekarang yang bersangkutan Muzakir Manaf eks Panglima GAM sedang tidak ada di Aceh ya, sedang ke luar negeri. Tentu nanti ada proses-proses hukum soal masalah ini," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat.


Wiranto juga menegaskan bahwa Referendum sudah tak bisa dilaksanakan di Indonesia, karena ada beberapa aturan dan keputusan, mulai dari TAP MPR hingga Undang-Undang yang sudah membahas tentang referendum, dan telah dibatalkan oleh aturan lain. Misalnya TAP MPR nomor 8 tahun 1998, yang isinya mencabut TAP MPR Nomor 4 Tahun 1993 tentang referendum. Selain itu, ada UU Nomor 6 Tahun 1999, mencabut UU nomor 5 Thn 1985 tentang referendum."Jadi ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tak ada, jadi gak relevan lagi," kata Wiranto.


Ditegaskan. Bagi pihak yang melawan hukum yang berlaku, tentunya ada sanksi yang akan diberikan."Ketika hukum positif sudah tidak ada dan ditabrak, tentu ada sanksi hukumnya," ujar Wiranto. (Az/red)

Bagikan:
KOMENTAR