Polda Aceh Usut Kasus Beasiswa Dana Aspirasi Dewan


Rabu, 13 Juni 2018 - 04.36 WIB


Net
BANDA ACEH - Penyaluran beasiswa bantuan pendidikan Pemerintah Aceh tahun 2017 sarat masalah dan terindikasi korupsi. Hasil temuan Inspektorat Aceh menyebutkan mahasiswa yang menerima beasiswa tersebut berasal dari usulan 24 Anggota DPRA dan ada yang mengajukan permohonan secara mandiri. Jumlah yang diusulkan dewan dan permohonan mandiri mencapi 938 orang, terdiri 852 usulan dewan, dan 86 secara mandiri.


Berikut nama-nama 24 anggota DPRA, antara lain Iskandar Usman Al Farlaky sebesar Rp 7,930 miliar dengan 341 calon pemerima, Dedi Safrizal Rp 4,965 miliar untuk 221 orang, Rusli Rp 1,045 miliar untuk 42 orang, M Saleh Rp 1,470 miliar untuk 54 orang, Adam Mukhlis Rp 180 juta untuk 8 orang, Tgk Saifuddin Rp 500 juta untuk 19 orang, Asib Amin Rp 109 juta untuk 8 orang, T Hardarsyah Rp 222 juta untuk 10 orang, Zulfadhli Rp 100 juta untuk 4 orang, Siti Nahziah Rp 120 juta untuk 9 orang, Muhibbussubri Rp 135 juta untuk 21 orang.


Selanjutnya Jamidin Hamdani Rp 500 juta untuk 16 orang, Hendriyono Rp 204,7 juta untuk 25 orang, Yahdi Hasan Rp 534,4 juta untuk 18 orang, Zulfikar Lidan Rp 90 juta untuk 3 orang, Amiruddin Rp 58 juta untuk 2 orang, Ummi Kalsum Rp 220 juta untuk 9 orang, Jamaluddin T Muku Rp 490 juta untuk 14 orang, Muhibbussabri Rp 440 juta untuk 13 orang, Sulaiman Abda Rp 375 juta untuk 6 orang, Muharuddin Rp 50 juta untuk 2 orang, Asrizal H Asnawi Rp 80 juta untuk 2 orang, Azhari Rp 130 juta untuk 4 orang, Musannif Rp 30 juta untuk 1 orang dan terakhir Non Aspirator Rp 2,317 miliar untuk 86 orang.


Kemudian, setelah dilakukan verifikasi oleh LPSDM, mahasiswa yang layak menerima beasiswa adalah 803 orang yang berasal dan jenjang pendidikan D3,D4, S1, S2, dam S3, serta Dokter Spesialis, yang tersebar di lembaga penyelenggaran pendidikan (LPP) baik dalam maupun luar negeri.


Di dalam DPA BPSDM anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 109,326,530,100 dengan realisasi Rp 96,060,881,083. Dari jumlah tersebut dialokasikan untuk pendidikan Rp 22,317,060,600 dengan realisasi Rp 19,854,000,000 miliar lebih.


Laporan Inspektorat tersebut, bantuan yang telah disalurkan mencapai 19,854,000.000 kepada 803 mahasiswa. Namun hasil konfirmasi terhadap 197 mahasiswa penerima Rp 5.209.000.00. Sementara Rp 1.147.500.000 diantaranya belum diterima oleh mahasiswa penerima, dan masih pada penghubung/koodinator.


Ada empat modus pemotongan yang dilakukan, yakni dana buku rekening dan ATM penerima dikuasai oleh penghubung. Modus lain, penghubung meminta uang secara tunai kepada mahasiswa, modus selanjutnya mahasiswa penerima mentransfer kepada penghunung, dan modus terakhir, penghubung membuat rekening atas nama mahasiswa tanpa sepengetahuan mahasiswa tersebut.


Dalam berita acara konfirmasi terhadap penerima beasiswa tersebut, pemotongan yang dilakukan dengan angka yang bervariatif mulai dari Rp 7 juta hingga 28 juta. Bahkan salah seorang mahasiswa mengaku memberikan uang tersebut kepada penghubung di komplek perumahan anggota DPRA.


Inspektorat mengalami hambatan dalam pemeriksaan, dimana rentang kendali (sebaran mahasiswa seluruh Indonesia dan luar negeri), media komunikasi (nomor kontak penerima tidak aktif lagi), komunikasi rektorat dengan mahasiswa terputus (mahasiswa tidak mengindahkan perintah rektor), phsikologis dari mahasiswa yakni mendapat tekanan dari pihak tertentu untuk tidak memberikan keterangan berdasarkan kondisi sebenarnya), terakhir komunikasi dengan penghubung tidak terbangun.


Sementara, permasalahan yang terjadi dalam pemeriksaan yakni mahasiswa tidak sepenuhnya menerima bantuan pendidikan yang telah disalurkan, rekrutmen penerima bantuan pendidikan tanpa kerjasama dengan rektorat dan lembaga penylenggara pendidikan, mahasiswa menerima bantuan pendidikan duplikasi dengan sumber lain, bantuan pendidikan tidak sepenuhnya digunakan untuk mendukung penyelesaian study, bantuan pendidikan yang diberikan tidak memenuhi kualifkasi sebagai penerima, dan penerima bantuan tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.


Atas temuan tersebut, Inspektorat Aceh merekomendasikan meminta kepada penyalur untuk mengembalikan uang tersebut ke kas daerah, dan menyerahkan kepada penegak hukum untuk penyelesaian selanjutnya.


Sementara itu, Koordinator GeRAK Aceh mengecam tindakan pemotongan bantuan biaya pendidikan tersebut. Ia mendesak Kepolisian Daerah Aceh untuk mengusut tuntas dan menyeluruh separator dana aspirasi ini.


Menurut Askhalani temuan Inspektorat merupakan bukti permulaan yang cukup sebagai pintu masuk bagi penyidik melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus ini.


“Boleh saja inspektorat merekomendasikan pengembalian uang yang sudah dipotong tadi, namun pengembalian uang tersebut tidak menghilangkan tindak pidananya,” kata Askhalani kepada AJNN, Selasa (12/6).


Lebih lanjut, Askhalani mengatakan bahwa pengusutan kasus ini jangan berhenti hanya pada penghubung atau koordinator, tapi juga kepada pemilik dana aspirasi tersebut, karena separator yang sesungguhnya adalah pemilik dana aspirasi.


Informasi yang diperoleh AJNN, Direktorat Kriminal Khusus Polda Aceh telah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan serta penyelidikan kasus ini.


Direktur Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Aceh Kombes Erwin Zadma ketika dikonfirmasi AJNN membenarkan kabar tersebut. Pihaknya sudah mulai mengumpulkan bahan dan keterangan terkait kasus dugaan pemotongan beasiswa tersebut.


“Benar, kami sudah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan, sekarang baru tahap penyelidikan, kami pastikan jajaran kami serius menangani masalah ini,” kata Kombes Erwin Zadma.


Sumber: AJNN
Bagikan:
KOMENTAR