Cerita Pemburu Harimau Soal Suku Manti


Jumat, 31 Maret 2017 - 11.46 WIB


TAKENGON - Manti itu ukuran tubuhnya seperti manusia biasa, cuma saja telapak kakinya agak lebar dan posisi telapak terbalik. Demikian dituturkan Yan Kule, sosok yang sangat dikenal di dataran tinggi Gayo sebagai pemburu harimau beberapa tahun silam.


"Sebelum konflik Aceh tahun 1998, saat itu musim kemarau, saya masuk hutan Samarkilang berburu harimau seorang diri, di sungai Pasir Putih saya melihat sepasang Manti, ukuran tubuhnya seperti manusia biasa, bedanya mereka tidak berpakaian dan rambutnya panjang nyaris menutup seluruh badan termasuk kemaluan," kata Yan Kule saat ditemui di Pante Menye Bintang.


Saat itu Yan Kule hanya beberapa meter dari Manti yang semula diduganya sebagai makhluk halus. "Beberapa saat mereka tidak menyadari jika saya memperhatikan mereka, namun begitu tau mereka langsung kabur dengan sangat cepat. "Larinya seribu," kata Yan mengistilahkan cepatnya Manti berlari.


Dengan raut muka serius, Yan menyatakan Manti berkelamin perempuan yang ditemuinya berparas belangi (cantik).


"Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana cantiknya Manti perempuan tersebut," ujar Yan yang mengaku tidak ingat lagi berapa harimau yang berhasil ditangkapnya seorang diri.


Setibanya di perkampungan, Yan bercerita kepada warga setempat tentang apa yang dialaminya. Dan warga mengamini jika yang dilihat Yan Kule adalah Manti yang sejak lama diketahui warga setempat memang ada di hutan tersebut.


Menculik Bayi Kumen


Soal Kumen, menurut Yan Kule berupa sosok manusia kerdil dengan postur seperti anak balita, rambut keriting dan telapak kaki tidak terbalik seperti halnya Manti. Seluruh tubuh ditutupi bulu termasuk jenis kelamin sehingga tidak bisa dibedakan jenis kelaminnya. Kumen juga tidak punya kuku sehingga tidak bisa mencakar. Selain itu disebut Kumen karena ludahnya beracun, berbisa, biang penyakit, tuba dan sejenisnya.


Yan Kule menyatakan beberap kali melihat Kumen dengan jumlah lumayan banyak. Bahkan dia sempat mencoba merampas bayi Kumen tersebut untuk dibawa pulang dan dirawat. Sayangnya dia gagal setelah diserang oleh beberapa Kumen dengan menggigit lengannya.


Kejadiannya di Gerungang, lokasinya antara Serule dan Samarkilang di sungai yang sedang susut airnya karena kemarau. Yan berjalan seorang diri turun ke sungai tersebut, namun dia mendengar suara batu-batu yang saling beradu dari arah sungai. Dia kemudian mengendap-endap mendekati sumber suara tersebut.


Dia kaget ketika melihat ada serombongan Kumen sedang berusaha memindahkan aliran air sungai dengan memindahkan batu-batu agar mudah menangkap ikan yang dalam bahasa Gayo disebut Nyekot. "Itu pertama kali saya melihat Kumen walau sudah sering saya dengar cerita-cerita. Betul Allah itu kaya, menciptakan makhluk sedemikian rupa," ujar Yan.


Diceritakan, serombongan Kumen itu menangkap ikan dengan cara manual dengan tangan, ikan-ikan yang tertangkap dikumpulkan disatu tempat yang kering dengan terlebih dahulu digigit bagian kepalanya," mungkin agar ikannya tidak lepas atau dimatikan," ungkap pria kelahiran Bintang tahun 1968 ini.


Cukup lama Yan mengamati aktivitas Kumen-Kumen tersebut. Terbetik niat untuk menculik salahsatu bayi Kumen yang ditelentangkan diatas batu. Niat ini untuk membuktikan kebesaran Yang Maha Kuasa jika selain manusia biasa juga ada jenis manusia lain di muka bumi.


Yakin dengan niatnya, Yan mendekati bayi tersebut dan berhasil berada di batu tersebut. Saat bayi tersebut hendak digendong, Ibu bayi Kumen berteriak "cit" serta merta menyerang dengan melompat ke tubuh Yan yang dikuti sedikitnya 5 Kumen lainnya. Yan tidak dipukul, namun dicakar dan digigit di lengan dan tangan Yan.


"Syukurlah saat itu saya pakai jaket sehingga tidak sampai terluka karena digigit juga tidak luka karena dicakar, Kumen tidak punya kuku panjang. Saat itu ribut sekali, mereka hanya mengeluarkan suara seperti burung Kriko," kenang Yan.


Sesaat saja, saat bayi tersebut sudah dipungut Kumen lainnya, mereka segera berlari masuk ke semak-semak dengan sangat cepatnya. Yan mencoba mengejar namun gagal, Kumen-kumen itu meninggalkan Yan, berlari ke rerimbunan semak, ada semacam terowongan yang mengarah ke tebing.


"Kesimpulan saya, melalui lorong tersebut Kumen berlari, Kumen tinggal di tebing-tebing curam yang bergua yang sulit dijangkau manusia," kata Yan Kule.


Kumen ini juga pernah dilihat langsung di Arul Badak Kecamatan Pegasing Aceh Tengah. Di sungai kecil tempat pemandian pemilik salahsatu kebun kopi yang tidak terurus.  "Saat itu saya dalam perjalanan dari hutan Betung tembus ke Gelelungi Pegasing. Sepasang sedang Kumen mandi, setelah saya amati beberapa meter dari ketinggian, saya bersuit dan mereka terkejut secepat kilat berlari," kenang Yan Kule yang hanya tamatan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bintang.


Pengakuan yan Kule, dirinya sejak kecil sudah dikenalkan tentang Manti dan Kumen oleh sang kakek bernama Pang Arif yang pernah menangkap Manti di Rebe (kebun) Manti yang masuk dalam wilayah Kampung Dedamar Bintang. "Oleh kakek saya, Manti itu dilepaskan kembali kedalam hutan," ujar Yan Kule yang mengaku menghentikan hobinya berburu harimau sejak tahun 2004.


Hunian Manti dan Kumen pendapat Yan Kule di hutan antara Lokop Serbejadi Aceh Timur dan Jamat Kecamatan Linge Aceh Tengah. Dan dia yakin Manti dan Kumen masih ada hingga sekarang dan jika hendak melihatnya dilakukan saat musim kemarau di bagian sungai tertentu di tengah hutan belantara.


Yan Kule yang mengaku kenal baik dengan Prabowo Subianto ini bernama asli Alfiandi disapa Yan. Penambahan Kule yang berarti harimau setelah Yan terkenal karena kegemarannya berburu harimau seorang diri dengan tangan kosong pula alias manual tanpa senjata, tanpa perangkap dan tanpa racun. Wallahu'alam.[Lintasgayo]
Bagikan:
KOMENTAR